Usul Masyarakat Sipil Agar Suara Caleg Perempuan Tak Dicurangi
Reporter
Friski Riana
Editor
Amirullah
Kamis, 25 April 2019 09:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil meminta Badan Pengawas Pemilu memberikan perhatian dan fasilitas terhadap caleg perempuan. Sebab, caleg perempuan dianggap rawan menjadi korban kecurangan pemilu.
Baca: Serukan People Power di Medsos, Eggi Sudjana Diadukan ke Polisi
"Apabila mengalami tindak kecurangan atau menjadi korban, mungkin diberi ruang dan fasilitasi kanal khusus pelaporan bagi perempuan," kata Titi Anggraeni, anggota Koalisi Masyarakat Sipil dari Perludem, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu, 24 April 2019.
Titi mengatakan, permintaan tersebut bukan bermaksud diskriminatif. Tetapi sebagai afirmasi karena karakter politikus perempuan yang tidak agresif dalam melapor bila mengalami kecurangan. Karena itu, ia meminta agar Bawaslu ikut memberikan rasa aman dan jaminan kepada caleg perempuan. Misalnya, Bawaslu bisa bekerja sama dengan lembaga swadaya masyarakat agar caleg perempuan memiliki kepercayaan diri untuk memperjuangkan suaranya.
Dosen FISIP Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani, mengatakan perolehan suara caleg perempuan rawan dicurangi. Sebab, para caleg perempuan menemui sejumlah kendala di lapangan, seperti sumber daya infrastruktur partai dalam menyiapkan saksi, pengadaan data di lapangan. "Caleg perempuan yang terbatas sumber daya tidak bisa memanfaatkan sumber daya partai, sehingga harus keluarkan uang sendiri. Ini yang jadi kendala penting, sehingga suara perempuan dapat tercurangi," kata Sri.
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil lainnya, Wahidah Suaib, mengatakan representasi politik perempuan bukan sekadar meningkatkan jumlah keterpilihan caleg perempuan dalam pemilu. Namun, keterpilihan caleg perempuan sebagai anggota legislatif merupakan pintu masuk menuju representasi politik yang berkeadilan dan berkesetaraan.
Untuk itu, Wahidah menyebut ada sejumlah langkah yang bisa dilakukan untuk mengawal perolehan suara caleg perempuan agar terhindar dari kecurangan. Salah satunya memastikan caleg perempuan memiliki informasi perolehan suara di daerah pemilihannya. Informasi bisa didapat dari saksi partai poltiik atau tim sukses.
"KPU dan jajarannya hingga tingkat terendah memastikan transparansi proses rekapitulasi penghitungan suara di tiap tingkatan dengan membuka akses bagi peserta pemilu, caleg, pemantau, dan masyarakat dalam memperoleh dan mendokumentasikan informasi perolehan suara," ujar Wahidah.
Menurut mantan anggota Bawaslu itu, KPU juga harus mengoptimalkan pelayanan pengunggahan data hasil pileg secara daring melalui sistem informasi pemungutan dan penghitungan suara (Situng). Sehingga dapat menjadi instrumen pembanding dalam mengawal transparansi dan akuntabilitas rekapitulasi suara yang berlangsung, khususnya bagi caleg perempuan.
Baca: Caleg PSI di DKI: Antikorupsi dan Diskriminasi Dongkrak Suara
Wahidah juga meminta Bawaslu bertindak tegas terhadap upaya pihak-pihak yang ingin melakukan kecurangan dalam proses rekapitulasi penghitungan suara, termasuk bila terjadi jual beli suara. Terakhir, Koalisi Masyakarat Sipil mendorong organisasi-organisasi perempuan di daerah untuk ikut aktif memantau perolehan suara caleg perempuan di daerahnya. "Termasuk mencatat kecurangan yang merugikan perolehan suara caleg perempuan," kata dia.