Pelukis Ditolak Ngontrak di Yogyakarta, Tokoh: Kearifan Lokal

Selasa, 2 April 2019 17:42 WIB

Ketua Kelompok Kegiatan Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, Yogyakarta. TEMPO/Shinta Maharani

TEMPO.CO, Jakarta - Tokoh masyarakat Dusun Karet, Pleret,Bantul, Yogyakarta Dalyanto menyebut aturan yang berisi penolakan non-muslim di dusun tersebut sebagai kearifan lokal yang disepakati warga setempat.

Baca juga: Kevikepan Yogya: Ada Dua Peristiwa Sebelum Pemotongan Nisan Salib

Dalyanto mengatakan aturan yang dikeluarkan sejak 19 Oktober 2015 itu muncul dari masukan ketua RT, kepala dusun,tokoh masyarakat, dan tokoh agama. "Itu kebijakan wilayah, kearifan lokal. Lihatlah situasi di Aceh," kata dia ditemui di rumahnya di Dusun Karet, Pleret, Bantul, Selasa, 2 April 2019.

Dalyanto merupakan warga Dusun Karet yang ikut terlibat merumuskan aturan itu bersama tokoh masyarakat.

Aturan yang melarang pendatang dari kalangan non-muslim dan aliran kepercayaan dikeluarkan oleh Lembaga Pemasyarakatan Desa Kelompok Kegiatan Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul. Isinya tentang Persyaratan Pendatang Baru di Pedukuhan Karet. Syaratnya adalah pendatang baru harus beragama Islam sesuai paham penduduk di dusun tersebut.

Advertising
Advertising

Penduduk Pedukuhan Karet juga keberatan menerima pendatang baru yang menganut aliran kepercayaan dan agama non-Islam. Bila pendatang baru tidak memenuhi ketentuan itu,maka ia mendapatkan sanksi berupa teguran lisan, tertulis, dan diusir dari Pedukuhan Karet.

Slamet Jumiarto, pelukis beragama Katolik ditolak masuk Dukuh Karet saat hendak mengontrak rumah di sana.

Warga kampung Dusun Karet, Desa Pleret, Kecamatan Pleret, Bantul, Yogyakarta menolak dengan menggunakan aturan yang dikeluarkan tahun 2015. Aturan itu melarang pendatang dari kalangan non-muslim dan aliran kepercayaan. Aturan dikeluarkan oleh Lembaga Pemasyarakatan Desa Kelompok Kegiatan Dusun Karet Desa Pleret Kecamatan Pleret Bantul tentang Persyaratan Pendatang Baru di Pedukuhan Karet. Syaratnya adalah pendatang baru harus Islam.

Penduduk Pedukuhan Karet juga keberatan menerima pendatang baru yang menganut aliran kepercayaan dan agama non-Islam. Bila pendatang baru tidak memenuhi ketentuan itu,maka ia mendapatkan sanksi berupa teguran lisan, tertulis, dan diusir dari Pedukuhan Karet.

Ketua Kelompok Kegiatan Dusun Karet Ahmad Sudarmi menyebutkan aturan yang muncul dari kesepakatan warga, tokoh Agama Islam, dan tokoh masyarakat tersebut mengikat warga Dusun Karet.

Aturan itu bertujuan menjaga keharmonisan warga, menjaga keamanan, dan agar damai. Mayoritas tokoh masyarakat meminta agar siapapun yang mengontrak maupun membeli rumah harus sesuai dengan kesepakatan yang tertulis dalam aturan itu. "Suara mayoritas sesuai aturan itu lalu jadi kesepakatan tertulis," kata dia.

Ahmad menyatakan dirinya tidak tahu bila aturan itu diskriminatif dan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Alasannya warga dusun setempat tidak memahami hukum yang berlaku. "Itu kelalaian. Kebodohan kami terutama soal hukum. Bisa jadi pelajaran agar ketika memutuskan sesuatu lebih hati-hati," kata dia.

Menurut dia, dusun tersebut bersedia untuk merevisi aturan yang sudah ada. Kepala Desa Pleret telah mengambil aturan itu dan sekarang sedang dalam proses revisi.

Tokoh masyarakat, tokoh agama, dan Slamet Jumiarto telah bertemu untuk mediasi selama dua kali di balai desa dan rumah kepala dusun pada Senin, 1 April 2019.

Hasil mediasi menyatakan Slamet boleh mengontrak selama 6 bulan. Solusi itu menurut tokoh masyarakat, Dalyanto merupakan jalan tengah. "Tidak ada kalah dan menang. Ambil jalan tengah," kata dia.

Baca juga: Nisan Jemaat Tak Boleh Pakai Tanda Salib, Gereja Kotagede Pasrah

Tapi, Slamet menolak keputusan itu dan meminta kontrak selama satu tahun. Dia sudah membayar biaya kontrak sebesar Rp 4 juta untuk satu tahun.

Slamet yang sudah tidak nyaman akhirnya meminta agar duit pembayaran kontrak segera dikembalikan agar dia bisa pindah secepatnya.

Perupa asal Semarang ini telah melaporkan perlakuan diskriminatif tersebut kepada orang dekat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan sekretaris Mahfud Md. Ia juga melaporkan larangan itu ke Polda DIY. "Saya berharap aturan yang melanggar Undang-Undang Dasar dan Pancasila itu dicabut. Jangan sampai ada di tempat lainnya," kata dia.

Slamet mengatakan penolakan terjadi pada Sabtu,30 Maret 2019. Ia menemui Ketua RT tersebut dan menyerahkan surat-surat administrasi sebagai pendatang. Kepada ketua RT dusun setempat ia menyebutkan dirinya beragama Katolik dan isterinya, Priyati beragama Kristen.

Ketua RT dusun tersebut lalu menemui tokoh masyarakat, Dalyanto. Setelah berunding, kepada Slamet, ketua RT menyatakan non-muslim tidak boleh masuk kampung. "Mereka menyatakan ada kesepakatan tertulis bahwa non-muslim tidak boleh tinggal di Dusun Karet," kata dia.

Berita terkait

Respons Sultan HB X soal Penjabat Kepala Daerah yang Ingin Maju di Pilkada 2024

11 jam lalu

Respons Sultan HB X soal Penjabat Kepala Daerah yang Ingin Maju di Pilkada 2024

Sejumlah partai telah merampungkan penjaringan kandidat untuk Pilkada 2024 di kabupaten/kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Baca Selengkapnya

Jogja Fashion Week 2024 Bakal Libatkan 100 Produsen Fashion dan 112 Desainer

12 jam lalu

Jogja Fashion Week 2024 Bakal Libatkan 100 Produsen Fashion dan 112 Desainer

Puncak acara Jogja Fashion Week akan diadakan di Jogja Expo Center Yogyakarta pada 22 - 25 Agustus 2024.

Baca Selengkapnya

Pilkada 2024, Golkar DIY Jaring 39 Bakal Calon Kepala Daerah

1 hari lalu

Pilkada 2024, Golkar DIY Jaring 39 Bakal Calon Kepala Daerah

Partai Golkar DIY telah merampungkan penjaringan bakal calon kepala daerah untuk Pilkada 2024 di lima kabupaten/kota

Baca Selengkapnya

Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

3 hari lalu

Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

Wisatawan diajak menjelajahi ekosistem sepanjang Sungai Winongo hingga muara Pantai Baros Samas Bantul yang kaya keanekaragaman hayati.

Baca Selengkapnya

Cari Lobster di Pantai Gunungkidul, Warga Asal Lampung Jatuh ke Jurang dan Tewas

3 hari lalu

Cari Lobster di Pantai Gunungkidul, Warga Asal Lampung Jatuh ke Jurang dan Tewas

Masyarakat dan wisatawan diimbau berhati-hati ketika beraktivitas di sekitar tebing pantai Gunungkidul yang memiliki tebing curam.

Baca Selengkapnya

Jogja Art Books Festival 2024 Dipusatkan di Kampoeng Mataraman Yogyakarta

3 hari lalu

Jogja Art Books Festival 2024 Dipusatkan di Kampoeng Mataraman Yogyakarta

JAB Fest tahun ini kami mengusung delapan program untuk mempertemukan seni dengan literasi, digelar di Kampoeng Mataraman Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

Mengenang Penyair Joko Pinurbo dan Karya-karyanya

4 hari lalu

Mengenang Penyair Joko Pinurbo dan Karya-karyanya

Penyair Joko Pinurboatau Jokpin identik dengan sajak yang berbalut humor dan satir, kumpulan sajak yang identik dengan dirinya berjudul Celana.

Baca Selengkapnya

Tutup Sampai Juni 2024, Benteng Vredeburg Yogya Direvitalisasi dan Bakal Ada Wisata Malam

5 hari lalu

Tutup Sampai Juni 2024, Benteng Vredeburg Yogya Direvitalisasi dan Bakal Ada Wisata Malam

Museum Benteng Vredeburg tak hanya dikenal sebagai pusat kajian sejarah perjuangan Indonesia tetapi juga destinasi ikonik di kota Yogyakarta.

Baca Selengkapnya

8 Hotel Murah Dekat Stasiun Lempuyangan, Harga Mulai 100 Ribuan

7 hari lalu

8 Hotel Murah Dekat Stasiun Lempuyangan, Harga Mulai 100 Ribuan

Jika Anda melancong di Yogyakarta, Anda bisa memilih menginap di hotel dekat Stasiun Lempuyangan yang murah. Ini rekomendasinya.

Baca Selengkapnya

Alasan Sumpah Jabatan Presiden Indonesia Pertama Dilakukan di Keraton Yogyakarta

7 hari lalu

Alasan Sumpah Jabatan Presiden Indonesia Pertama Dilakukan di Keraton Yogyakarta

Di Indonesia sumpah jabatan presiden pertama kali dilaksanakan pada tahun 1949. Yogyakarta dipilih karena Jakarta tidak aman.

Baca Selengkapnya