4 Fakta Seleksi Hakim MK: Tak Libatkan KPK - Penundaan Pengumuman
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Syailendra Persada
Sabtu, 9 Februari 2019 09:25 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menyeleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Dari sebelas kandidat, Dewan akan memilih dua orang untuk menggantikan dua hakim Aswanto dan Wahiduddin Adams. Masa jabatan keduanya akan habis pada 21 Maret 2019. Kedua orang itu pun turut mencalonkan diri untuk menjabat kembali.
Baca: Koalisi Masyarakat Sipil Minta Transparansi Voting Hakim MK
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan pemilihan ini wajib dikawal agar tetap transparan. Namun, dia menilai ruang publik saat ini dipenuhi dengan pemberitaan terkait Pemilihan Umum 2019, khususnya pemilihan presiden. "Saya menilai prosesnya masih kurang mendapatkan perhatian yang cukup dari publik secara luas," kata Denny, Selasa, 5 Februari 2019.
Berikut hal-hal seputar seleksi calon hakim MK tersebut.
1. Proses Berlangsung Singkat
Proses pendaftaran calon hakim MK ini berlangsung amat singkat, yakni hanya satu pekan. Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi tenggat itu terlalu mepet bahkan untuk mengurus persoalan administrasi saja. Padahal, kata dia, seleksi ini bertujuan mencari seorang negarawan yang kadang perlu didorong publik agar bersedia mendaftar.
Simak juga: Tertutup Isu Pilpres, Seleksi Hakim MK Dinilai Minim Perhatian
"Kami menyayangkan memang waktu yang sangat singkat satu minggu itu," kata Veri kepada Tempo, Kamis malam, 7 Februari 2019.
Dari proses pendaftaran yang singkat itu, terjaring sebelas kandidat hakim MK. Selain dua calon inkumben, sembilan calon lainnya ialah Hesti Armiwulan Sochmawardiah, Aidul Fitriacida, Bahrul Ilmi Yakup, Galang Asmara, Refly Harun. Kemudian Ichsan Anwary, Askari Razak, Umbu Rauta, dan Sugianto.
Tak cuma proses pendaftaran, pemilihan pun berjalan singkat. DPR menyatakan waktu yang ada amat terbatas lantaran dikejar reses per 13 Februari ini. Sedangkan, masa jabatan dua hakim MK berakhir pada 21 Maret.
<!--more-->
2. Melibatkan 4 Panel Ahli
Komisi Hukum DPR meminta masukan dari empat ahli dalam seleksi calon hakim MK. Keempat panel ahli itu terdiri dari tiga mantan hakim konstitusi Harjono, Maria Farida Indrati, dan Maruarar Siahaan. Satu panel ahli lainnya ialah pakar hukum Eddy Hiariej.
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Trimedya Panjaitan mengatakan panel ahli ini diminta untuk memberikan masukan ihwal rekam jejak para calon serta menyampaikan pandangan ihwal apa yang dibutuhkan MK saat ini. Namun, kata Trimedya, wewenang memilih tetap ada pada DPR. "Yang punya hak memilih kan anggota DPR," kata Trimedya, Kamis malam, 7 Februari 2019.
3. Minim Pelibatan KPK dan PPATK
Saat proses fit and proper test pada Kamis, 7 Februari, Trimedya menyatakan tak akan sempat melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi serta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dalam proses seleksi calon hakim MK ini. Lagi-lagi, keterbatasan waktu menjadi alasan yang disampaikan Trimedya.
Padahal, Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan Mahkamah Konstitusi sebelumnya merilis bahwa ada lima kandidat yang belum pernah menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN). Koalisi ini terdiri dari Indonesian Legal Roundtable (ILR), Indonesia Corruption Watch (ICW), Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (YLBHI-LBH Jakarta), Perludem, dan Kode Inisiatif.
Direktur Kode Inisiatif Veri Junaidi menilai proses ini penting dilakukan untuk memastikan tak ada calon yang memiliki potensi masalah di kemudian hari. "Ini penting bukan hanya soal terbukti atau tidak terbukti, tapi bisa diidentifikasi sejak awal apakah ada potensi persoalan atau tidak," ujarnya.
<!--more-->
4. Pelbagai Catatan dari Koalisi Masyarakat Sipil
Selain persoalan LHKPN, Koalisi juga menandai adanya calon kandidat yang rekam jejaknya perlu dipertimbangkan benar-benar. Direktur ILR Erwin Natosmal Oemar mengatakan setidaknya ada 26 temuan koalisi dari penelusuran rekam jejak para kandidat. Meskipun begitu, dia mengatakan tak terlalu banyak informasi yang bisa dikumpulkan lantaran mepetnya waktu pendaftaran hingga fit and proper test di Komisi Hukum.
"Ada soal LHKPN, afiliasi dengan partai politik, lalu ada satu orang calon yang perspektifnya terkait HAM itu masih dipertanyakan, tidak sensitif terhadap isu itu," kata Natosmal.
5. Dewan Tunda Pengumuman Hingga 12 Maret
DPR sempat menyatakan bakal memilih dua hakim MK pada Kamis malam, 7 Februari setelah fit and proper test rampung dan dilanjutkan rapat pleno. Namun, sempat tersiar kabar pengumuman diundur menjadi Selasa pekan depan, 12 Februari 2019.
Nyatanya, Dewan malah baru akan mengumumkan dua calon yang terpilih menjadi hakim MK setelah reses nanti, tepatnya sekitar tanggal 12 Maret. "Teman-teman bilang jangan malam ini. Lalu kami tawarkan Selasa, jangan karena ada yang baru pulang dari dapil. Kemudian ada yang ngomong sudah ketua, setelah reses saja," kata Trimedya. Dengan penundaan ini, Trimedya mengatakan Komisi Hukum akan melakukan cross check ke KPK.