Sekretaris Jenderal PPP Muktamar Jakarta, Sudarto menggelar konferensi pers persiapan Mukernas III di Sekretariat DPP PPP, Jalan Proklamasi nomor 53, Jakarta Pusat, Senin, 12 November 2018.
TEMPO.CO, Jakarta-Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Muktamar Jakarta atau kubu Djan Faridz tetap menggelar Musyawarah Kerja Nasional atau Mukernas III di Gedung Galery, Jalan Talang Nomor 3 Menteng, Jakarta Pusat pada 15-16 November 2018.
Sekretaris Jenderal PPP versi Muktamar Jakarta, Sudarto, mengatakan tak khawatir mukernas yang ia gelar bakal diperkarakan secara hukum oleh PPP kubu Romahurmuziy alias Rommy. "Kita sudah biasa menghadapi ancam-mengancam mereka 4 tahun, dan kita tetap berjalan dan solid. Jadi, dipidanakan saja. Kalau mau lapor, lapor saja," ujar Sudarto di sela-sela mukernas, Kamis, 15 November 2018.
Partai berlambang Kabah itu mulai retak sejak empat tahun lalu ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua Umum PPP saat itu, Suryadharma Ali, sebagai tersangka kasus korupsi penyelanggaraan ibadah haji. Pengurus pusat yang diinisiasi Romahurmuziy sebagai sekretaris jenderal memecat Suryadharma.
Sebaliknya, Suryadharma ganti memecat Rommy. Kubu Rommy menggelar muktamar di Surabaya dan memilih dia sebagai ketua umum. Adapun kubu Suryadharma menggelar muktamar di Jakarta dengan memilih Djan Faridz sebagai ketua umum. PPP pun terbelah menjadi dua. Sampai saat ini dua kubu mengklaim diri sebagai pengurus yang sah setelah saling gugat di pengadilan.
Putusan Mahkamah Agung pada Juni 2017 mengabulkan permohonan peninjauan kembali Ketua PPP Romahurmuziy atas putusan kasasi tertanggal 2 November 2015 yang memenangkan PPP kubu Djan Faridz. Sebelum itu, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga mengesahkan kepengurusan PPP yang dipimpin Romahurmuziy.
Di lain sisi, PPP kubu Djan Faridz mengklaim dirinya sah berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. Putusan itu membatalkan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM tertanggal 27 April 2016 perihal pengesahan susunan personalia Dewan Pengurus Pusat PPP Muktamar Pondok Gede di bawah kepemimpinan Romahurmuziy.
Berdasarkan putusan itu Sudarto mengatakan PPP versi Muktamar Jakarta bukan gerombolan, melainkan organisasi politik yang sah. "Kita punya kepengurusan sampai tingkat bawah. Jadi, dipidanakan saja. Kalau mau lapor, lapor saja, wong sampai sekarang belum ada satupun keputusan pengadilan yang melarang kami menggunakan atribut atau mengatasnamakan PPP," ujar Sudarto.