Sidang E-KTP, Rita dan Fayakhun Saksi untuk Irvanto dan Made Oka
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Endri Kurniawati
Selasa, 2 Oktober 2018 11:53 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali menyidangkan perkara korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan pengusaha, Made Oka Masagung, Selasa, 2 Oktober 2018. Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan saksi mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari, bekas anggota DPR Fayakhun Andriadi dan anggota DPR Fraksi Partai Golkar M. Aziz Syamsuddin dalam sidang e-KTP.
Jaksa juga menghadirkan staf Fayakhun, Agus Gunawan dan pihak swasta Emilia Kusumawardhani. "Kami menghadirkan lima saksi, Yang Mulia," kata jaksa KPK Abdul Basir, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Baca: Setya Novanto dan TB Hasanuddin Akan ...
Rita Widyasari adalah terhukum perkara penerima gratifikasi sebesar Rp110.720.440.000 dari rekanan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Ia dihukum 10 tahun, denda Rp600 juta, dan dicabut hak politiknya selama lima tahun.
Sedangkan Fayakhun Andriadi adalah terdakwa penerima suap proyek pengadaan satelit Badan Keamanan Laut (Bakamla). Setya Novanto diduga pernah menyuruh bekas Ketua Partai Golkar DKI Jakarta Fayakhun Andriadi membagi-bagikan duit kepada pengurus cabang agar dirinya bisa terpilih menjadi ketua umum Partai Golkar.
Simak: Sebelum Jalani Sidang Vonis, Setya Novanto Sampaikan Harapannya
Jaksa mendakwa Irvanto dan Made Oka turut terlibat dalam korupsi proyek e-KTP. Mereka menjadi perantara pemberi uang untuk mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Made Oka, kata Jaksa, menampung terlebih dahulu uang untuk Setya melalui dua perusahaannya di Singapura. Sedangkan Irvanto didakwa menjadi perantara pemberi duit suap untuk sejumlah pihak.
Baca: Kasus E-KTP, Setya Novanto Divonis 15 Tahun ...
Dalam sidang e-KTP, Irvanto juga disebut beberapa kali menerima uang Johannes Marliem selaku penyedia produk biometrik merek L-1 yang seluruhnya berjumlah US$3,5 juta dolar. Menurut jaksa, uang itu merupakan imbalan sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran e-KTP di DPR.