Cerita di Balik Terpilihnya Buwas Sebagai Ketua Pramuka 2018-2023
Reporter
Untung Widyanto
Editor
Untung Widyanto
Minggu, 30 September 2018 08:00 WIB
TEMPO.CO, Kendari – Musyawarah Nasional (Munas) Gerakan Pramuka telah memilih Dirut Bulog, Komisaris Jenderal Pol (Purn) Budi Waseso atau dikenal sebagai Buwas menjadi Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka masa bakti 2018-2023. Pemilihan berlangsung di Hotel Grand Clarion, Jalan Edy Sabara, Kendari, Sulawesi Tenggara pada 28 September 2018.
Baca juga: Terpilih Menjadi Ketua, Budi Waseso: Pramuka Akan Jadi Agen Bulog
Ketua Panitia Munas Pramuka, Kodrat Pramudho kepada Tempo, menggambarkan tekanan oleh aparat keamanan terhadap pimpinan kwartir daerah untuk mendukung Budi Waseso, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Menurut Kodrat, selama Munas yang berlangsung pada 26-28 September, puluhan intel berpakaian pramuka dan sipil berkeliaran di hotel berbintang empat itu. Ada yang menyamar sebagai peserta, peninjau, petugas hotel, bahkan sopir.
“Mereka memaksa pimpinan kwartir daerah menandatangani dukungan untuk Budi Waseso,” ujar Kodrat Pramudho kepada Tempo di lokasi Munas, pada Jumat 28 September 2018 .
Baca juga: Jokowi Minta Menko Darmin Ajak Buwas dan Enggar Duduk Bareng
Selama Munas Pramuka berlangsung, aparat keamanan itu memiliki markas di lantai 16 Hotel Grand Clarion. Pada lantai ini hanya ada beberapa kamar tipe president suite yang memiliki ruang tamu besar, ruang makan, dan dapur khusus.
Dari website hotel, sewa kamar president suite Rp 14 juta per malam. Di Kota Kendari, tipe kamar ini merupakan yang paling mewah dan hanya ada di Grand Clarion Hotel.
Mulai tanggal 26 September sore hingga malam, utusan kwarda dipanggil secara bergiliran ke lantai 16. “Bahkan dua orang aparat menjemput di kamar saya,” kata salah seorang peserta Munas dari Indonesia bagian tengah, kepada Tempo.
Satu persatu mereka diminta menandatangani surat dukungan untuk Budi Waseso. Surat itu bermeterai dan berstempel. “Mereka sudah menyiapkan stempel kwartir daerah kami,” kata salah seorang peserta lainnya dari Indonesia bagian barat, menggelengkan kepalanya.
Baca juga: Dilaporkan Tomy Winata, Buwas: Kalau Mau, Periksa Saya!
Hingga tanggal 27 September 2018 malam, sudah 27 utusan kwarda yang terpaksa menandatangani surat dukungan tersebut.
“Terpaksa kami teken. Mereka sudah membujuk dan menekan kami sejak beberapa pekan sebelum Munas berlangsung di Kendari,” kata beberapa peserta dari kwarda yang berbeda.
Sejumlah peserta mengakui didatangi orang yang mengaku-ngaku perwira dari Badan Intelejen Nasional (BIN) daerah. Pada hari lainnya, mereka didatangi orang yang memperkenalkan diri sebagai perwira dari Direktorat Intel Polda.
“Kami diminta mengalihkan dukungan dari Kak Jana Anggadiredja ke Budi Waseso,” ujar seorang peserta. Prof. Dr Jana Anggadiredja (tenaga pengajar di Lemhanas dan kader asli pramuka) dan Adhyaksa Dault (ketua Kwarnas inkumben) memang dua calon kuat Ketua Kwarnas Pramuka masa bakti 2018-2023.
Perwira itu ternyata ikut datang ke arena Munas di Kendari. Di antara mereka, ada yang kemudian menjadi utusan kwartir daerah dari unsur Satuan Karya (Saka) Bhayangkara (wadah pembinaan pramuka penegak dan pandega dalam hal kepolisian).
Selama Munas di Kendari, sejumlah peserta mengakui selalu dikuntit perwira intel tersebut. Mereka terus diminta mengalihkan dukungan dari Jana Anggadiredja dan Adhyaksa Dault ke Budi Waseso atau Buwas.
Puncak tekanan ketika mereka dipanggil ke Lantai 16 Hotel Grand Clarion. “Ketika kami masuk ruangan president suite, puluhan aparat sudah menunggu,” ujar seorang peserta dari Sulawesi.
Simak juga: Begini Resepsi Pernikahan Putri Buwas dan Putra Budi Gunawan
Tekanan lain datang dari sejumlah Gubernur dan Muspida yang menelpon ketua kwardanya yang sudah ada di arena Munas di Kendari. Gubernur dari parpol yang saat ini berkuasa di pemerintahan itu mendesaknya untuk mendukung Budi Waseso, mantan Kepala BNN.
Aneka bujukan dan tekanan tersebut ternyata berhasil. Sekitar 20 kwarda yang selama ini mendukung fanatik Jana Anggadiredja akhirnya rontok satu persatu.
Dalam voting pemilihan ketua Kwarnas pada 28 September 2018, Budi Waseso mendapat 19 suara, Adhyaksa Dault meraih 14 suara dan Jana Anggadiredja hanya mendapat dua suara.
“Saya tidak rela Pramuka diperlakukan seperti ini. Gerakan Pramuka harus dikembalikan kepada marwahnya,” ujar Kodrat yang pernah menjadi Panitia Munas Pramuka di Jakarta tahun 2008 dan di Kupang pada 2013.
Menurut Kodrat, tekanan pihak eksternal pada Munas Pramuka di Jakarta dan Kupang, tidak sekasar seperti yang terjadi di Kendari.
“Mereka memakai cara-cara ala Orde Baru, berupa tekanan dan intimidasi,” kata Kodrat, Wakil Ketua Kwarnas bidang Organisasi dan Hukum masa bakti 2013-2018.
Budi Waseso membantah tuduhan menggunakan aparat dari BIN dan Polda untuk menekan pimpinan kwarda pramuka.
“Saya kira tidak. Jalannya pemilihan tadi fair. Begini kalau membuktikan adanya intervensi, tadi jalannya terbuka, fair, semua terbuka fair bisa menyampaikan pendapat, jadi terbantah semua tuduhan itu ya,” ujar Budi Waseso kepada wartawan seusai pemilihan ketua Kwarnas.
Simak juga: Rumor Buwas Ditunjuk Jadi Dirut Bulog, Kalla: Dia Pekerja Keras
Dia juga membantah ada aparat intel yang menjadi peserta dan peninjau Munas lewat unsur Kwarda. Dia menjelaskan bahwa peserta dan peninjau berasal dari kwarda-kwarda di seluruh Indonesia. “Tadi sudah dilihat sendiri, semua terbuka dan mendapat kesempatan yang sama,” katanya.
Budi Waseso atau Buwas juga membantah informasi adanya tekanan oleh Gubernur dan Kapolda untuk mendukung dirinya.
“Tidak ada itu, tak ada kata-kata itu, tolong wartawan meluruskan, tadi fair, kita sudah musyawarah dan putuskan untuk fair voting,” kata Budi Waseso atau Buwas yang terpilih menjadi Ketua Kwarnas Pramuka masa bakti 2018-2023.