Pengacara: Keluarga Meiliana Sempat Sembunyikan Identitas
Reporter
Iil Askar Monza (Kontributor)
Editor
Syailendra Persada
Sabtu, 25 Agustus 2018 07:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Meiliana, Ranto Sibarani, mengatakan kliennya mengalami trauma dan depresi pasca insiden kerusuhan yang terjadi di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara pada 29 Juli 2016. "Dia dan keluarganya juga memutuskan pindah ke Medan," kata Ranto, Kamis, 24 Agustus 2016.
Simak: Ini Kronologi Kasus Penistaan Agama Meiliana di Tanjung Balai
Keputusan pindah, kata Ranto, juga dilakukan karena masyarakat sekitar rumahnya menolak Meiliana tinggal di sana. Di Medan, Ranto mengatakan kehidupan Meiliana dan keluarganya juga tertutup. Bahkan, keluarga Meiliana berusaha menutupi identitas mereka.
Kasus dugaan penodaan agama yang diduga dilakukan oleh Meliana dua tahun lalu di Tanjung Balai, kembali ramai dibicarakan kepermukaan. Hal tersebut setelah Meliana divonis 1 tahun 6 bulan karena dianggap bersalah dan melanggar Pasal 156a huruf a KUHP.
Ranto mengatakan anak-anak Meiliana trauma dan takut bertemu dengan orang ramai. Apalagi selama persidangan banyak orang yang memperlihatkan kebencian kepada sang ibu.
Anak tertua Meiliana, kata Ranto, bahkan berencana memgambil jurusan hukum di universitas. "Anaknya bertekat belajar hukum dan ingin menjadi pengacara bagi orang-orang lemah", sebut Ranto.
Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis 18 bulan penjara untuk Meiliana pada Selasa 21 Agustus 2018 lalu. Majelis Hakim yang dipimpin Wahyu Prasetyo Wibowo menyatakan Meiliana terbukti melaggar Pasal 156A KUHP.
Pasal ini berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500."
Kasus Meiliana berawal saat ia bertanya tentang suara azan di masjid dekat rumahnya yang dinilainya terlalu keras. Sejumlah kelompok masyarakat kemudian menuding Meiliana menghina Islam dengan melarang azan.
Meski dipersidangan bukti-bukti Meiliana pernah melarang azan tidak bisa dihadirkan, namun hakim tetap menyatakan Meiliana bersalah dalam kasus penistaan agama ini.
Baca juga: Anak-anak Meiliana Trauma Bertemu Orang Banyak
"Hanya karena mengeluh suara azan dirasakannya terlalu kuat saat itu Meiliana harus menjalani hukuman. Memang dia sempat menyinggung soal suara azan tapi tidak pernah melarang azan berkumandang. Itu dua hal yang berbeda," Kamaluddin Pane, kuasa hukum Meiliana.