Kasus Suap PLTU Riau-I, KPK Geledah Kantor PJB
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Juli Hantoro
Senin, 16 Juli 2018 22:56 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor PT Pembangkit Jawa-Bali (PJB) terkait kasus suap PLTU Riau-I. KPK menggeledah ruangan direktur utama dan komisaris anak usaha PT PLN itu.
Baca juga: Cari Bukti Dugaan Suap Eni Saragih, KPK Geledah Rumah Dirut PLN
"Saya baru mendapat informasi dari penyidik, tim juga sudah berada di PJB Indonesia Power di Jalan Gatot Subroto untuk lakukan penggeledahan terkait dengan kasus dugaan suap PLTU Riau-1," kata Juru bicara KPK, Febri Diansyah Senin, 16 Juli 2018.
Febri mengatakan saat ini tim tengah menunggu kedatangan Dirut PJB Iwan Agung Firstantara. Penyidik, kata dia, menunggu sambil menyisir bukti-bukti terkait proyek ini. "Dirut sedang dalam perjalanan ke kantor PJBI," ujar dia.
PT PJB dan PT PLN Batubara adalah anak usaha PLN yang ikut dalam konsorsium proyek pembangunan PLTU Riau. Dari pihak swasta, bergabung konsorsium Black Gold Natural Resources Limited, China Huadian Engineering Ltd dan PT Samantaka Batubara.
Baca juga: KPK Duga Eni Saragih Bukan Penerima Tunggal Suap Proyek PLTU Riau
Kantor PT PJB menjadi tempat ketiga yang digeledah KPK malam ini. Sebelumnya, KPK juga menggeledah kantor PLN Pusat dan ruang kerja Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Saragih di gedung DPR.
Pada Ahad, kemarin, KPK juga sudah menggeledah lima tempat. Salah satu tempat yang digeledah yakni rumah Direktur Utama PLN Sofyan Basir, apartemen pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dan rumah Eni. Pada penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah dokumen dan surat elektronik yang berkaitan dengan kasus suap PLTU Riau.
Baca juga: Suap Eni Saragih, KPK Geledah 5 Lokasi Termasuk Rumah Dirut PLN
Dalam kasus suap PLTU Riau-I ini, KPK menyangka Eni menerima Rp 500 juta dari Johannes selaku pemegang saham Black Gold Natural Resources Limited. Uang diduga diberikan agar Eni memuluskan proses penandatanganan kerja sama pembangunan PLTU Riau 1.
KPK menduga uang Rp 500 juta adalah bagian dari komitmen fee sebanyak 2,5 persen dari total nilai proyek. Total uang yang diduga diberikan kepada Eni berjumlah Rp 4,8 miliar.