TEMPO.CO, Jakarta-Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras minta) Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu menspesifikan larangan penyebaran isu komunis dalam pelaksanaan Pemilu. "Isu kian gencar menjadi alat serang dalam kontestasi pilkada sejak pemilihan presiden 2014," ujar anggota Kontras, Dimas, di kantor Bawaslu Republik Indonesia, Jumat, 22 Juni 2018.
Menurut Dimas, dalam peraturan pemilu, isu komunis tidak dinyatakan secara jelas, apakah termasuk dalam ujaran kebencian atau kampanye hitam. Dimas menilai tidak adanya sikap tegas Bawaslu sejak pilpers 2014 menyebabkan isu komunis kian menyebar dan meluas ke pilkada.
"Ini dampak dari isu yang digoreng saat pilpers 2014 tidak ditindaki dengan tegas, hingga isu ini kian menjadi alat serang antar-kandidat kepala daerah," ujarnya.
Komisioner Bawaslu RI Afifuddin membenarkan isu komunis belum dijelaskan secara spesifik dalam peraturan pemilu. Dia mengakui isu tersebut memiliki daya rusak dan konflik yang tinggi.
"Secara spesifik isu komunis memang belum dituangkan dalam peraturan pemilu, namun hal ini digeneralisirkan dalam ujaran kebencian dan kampanye hitam," katanya.
Afifuddin berujar Bawaslu sudah konsen terhadap isu komunis. Bawaslu, kata dia, siap menerjunkan anggota lebih untuk daerah-daerah yang rawan dengan isu-isu komunis.
Bawaslu Beberkan Potensi Masalah Persyaratan Calon Menjelang Pilkada 2024
13 jam lalu
Bawaslu Beberkan Potensi Masalah Persyaratan Calon Menjelang Pilkada 2024
Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu, Totok Hariyono mengungkapkan terdapat sejumlah permasalahan hukum perihal persyaratan calon kepala daerah menjelang Pilkada serentak pada November 2024 mendatang. Salah satu yang disoroti ialah soal minimal batas usia calon kepala daerah yang mengalami perubahan aturan.