Bupati Halmahera Timur Didakwa Terima Suap Rp 6,3 Miliar
Reporter
Alfan Hilmi
Editor
Ninis Chairunnisa
Rabu, 6 Juni 2018 23:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Bupati Halmahera Timur nonaktif Rudy Erawan menerima suap sebesar Rp 6,3 miliar. Rudy menerima suap dari Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BJPN) IX dan Maluku Utara Amran Hi Mustary.
“Diduga hadiah tersebut diberikan untuk menjembatani kepentingan Amran Hi Mustary,” kata Jaksa Iskandar Marwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat pada Rabu, 6 Juni 2018.
Jaksa menduga Rudy menerima uang tersebut agar Amran menjadi Kepala BJPN IX Maluku dan Maluku Utara. Menurut jaksa, pencalonan Amran dilakukan dengan cara kolusi dan nepotisme dengan Pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakya (PUPR).
Baca: KPK Periksa Bupati Halmahera Timur Tersangka Suap PUPR
Menurut jaksa, Amran meminta Rudy memfasilitasi dirinya agar memperoleh jabatan Kepala BJPN IX Maluku dan Maluku Utara kepada Kementerian PUPR pada Mei 2015. Arman menjanjikan Rudy agar program Kementerian PUPR masuk ke wilayah Halmahera Timur.
Selain itu, Amran diduga menjanjikan Rudy sejumlah uang. Dalam dakwaan jaksa, Rudy diduga mengatakan siap membantu Amran dan berkata ‘nanti ada pendekatan dengan orang yang punya akses ke dalam’.
Rudy diduga menerima uang dari Amran bertahap dalam kurun waktu 2015 hingga 2016. Ia diduga pertama kali menerima uang sebesar Rp 3 miliar dalam bentuk dolar Amerika pada Juli 2015 di Basement Delta Spa Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Baca: KPK Perpanjang Penahanan Bupati Nonaktif Halmahera Timur
Sebulan kemudian, pada 23 Agusutus 2015, Rudy menerima uang Rp Rp 2,6 miliar juga dalam bentuk dolar Amerika di tempat yang sama. Selain itu, pada 27 November 2015, Rudy diduga kembali menerima uang dari Amran Rp 500 juta lewat rekening BRI atas nama Muhammad Risal. Terakhir pada 11 Januari 2016, Rudy diduga menerima uang sebesar Rp 200 juta dengan mata uang dolar Singapura.
Uang yang Amran berikan kepada Rudy diduga berasal dari pengusaha kontraktor yang menjadi rekanan BPJN IX dan Maluku Utara, yaitu Direktur PT Windu Tunggal Utama Abdul Khoir, Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng.
Rudy Erawan didakwa melanggar pasal 12 huruf B atau Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Pasal 64 ayat 1 KUHP.