TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa tahanan tersangka kasus suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016, bupati nonaktif Halmahera Timur, Rudy Erawan, untuk 30 hari.
"Pada Jumat ini dilakukan perpanjangan penahanan dalam 30 hari untuk tersangka Rudy Erawan," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya, Jumat, 11 Mei 2018.
Baca: KPK Menahan Bupati Halmahera Timur
KPK menetapkan Rudy sebagai tersangka kasus suap pada 31 Januari 2018. Rudy diduga menerima uang Rp 6,3 miliar dari Amran HI Mustary selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara. Amran pun telah divonis.
KPK menduga uang suap dari Amran itu berasal dari sejumlah kontraktor proyek tersebut. Salah satunya Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Selain itu, Rudy diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Dalam perkara ini, KPK juga akan memeriksa Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. "Karena yang berpihak sedang di luar kota, KPK sudah menjadwalkan pemeriksaan ulang pada Senin, 14 Mei, pekan depan," ujar Febri.
Baca: KPK Periksa Bupati Halmahera Timur Tersangka Suap PUPR
Rudy menjadi tersangka ke-11 dalam kasus ini. Sepuluh tersangka lainnya di antaranya Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir; Julia Prasetyarini, pihak swasta; Dessy A. Edwin, ibu rumah tangga; Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary; dan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng.
KPK juga menetapkan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagai tersangka dalam kasus suap PUPR ini, yaitu Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, Musa Zainudin, dan Yudi Widiana Adia. Beberapa di antara mereka telah divonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.