Anak Korban Bom di Surabaya: Sebelum Kerja, Ayah Memeluk Saya
Reporter
Antara
Editor
Juli Hantoro
Sabtu, 19 Mei 2018 17:13 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Giri Catur Sungkowo, 47 tahun, menjadi korban meninggal ke-14 akibat bom di Surabaya. Giri meninggal pada Jumat, 18 Mei 2018. Saat bom meledak di GPPS Arjuno, Ahad, 13 Mei 2018, Giri tengah bertugas di gereja itu.
Marvel Putra Hasinta Casa, 20 tahun, putra Giri, mengisahkan, sebelum teror bom di Surabaya itu, sang ayah sempat memeluknya.
Baca juga: Peledak Bom di Surabaya Punya Gen Teroris, Siapa?
Marvel, yang ditemui di rumah duka di Surabaya, mengatakan tidak mempunyai firasat dan tak menyangka kepergian ayahnya karena kejadian nahas ketika bekerja.
"Tidak ada firasat sama sekali. Kata mama, waktu saya tidur, pas mau berangkat kerja sempat meluk saya," ujarnya, Sabtu 19 Mei 2018.
Marvel mengaku baru mengetahui ayahnya menjadi salah satu korban bom di Surabaya saat orang-orang perwakilan Gereja GPPS Arjuno datang ke rumahnya di Jalan Pulosari III M Nomor 3, Surabaya, untuk menyampaikan kabar itu.
"Orang gereja datang terus tanya ayah di mana. Mama bilang belum pulang, ditelepon enggak dijawab. Terus orang gereja bilang kalau ayah belum ketemu, saya langsung bangun mandi cari ayah ke gereja," kata Marvel.
Di mata Marvel, ayahnya merupakan sosok penyabar dan baik. Bahkan ada satu kebiasaan yang akan sulit dia lupakan, yakni makan bersama sang ayah.
Baca juga: Aisyiyah Sesalkan Keterlibatan Perempuan dalam Bom di Surabaya
"Kami biasanya, kalau pas makan, sering disuapin mama. Jadi saya sama ayah disuapin mama," ucap Marvel.
Dalam kesempatan yang sama, Eko Raharjo, kakak Giri, menuturkan almarhum sudah berpamitan kepada teman-temannya sebelum peristiwa bom di Surabaya itu.
"Wis, yo, pisah, yo (sudah, ya, pisah, ya), bilang ke teman-temannya," tutur Eko menirukan ucapan adiknya.
Sama seperti Marvel, Eko mengaku tidak mempunyai firasat apa pun. Hingga saat ini, dia mengaku belum ikhlas ditinggal adiknya. Namun ia berusaha ikhlas karena melihat organ tubuh adiknya yang terkena luka akibat ledakan bom. "Saya sebetulnya enggak ikhlas, lihat organ tubuhnya jadi enggak berfungsi, 95 persen luka bakar," katanya.
Dia bercerita pertemuan terakhir dengan Giri sebelum kejadian adalah saat pergi ke Nganjuk.
"Terakhir minggu lalu pergi ke Nganjuk jenguk saudara. Pas pengeboman enggak nyangka. Pertamanya dikira gereja depan tempat kerja adik saya, enggak nyangka," ujarnya.
Menurut keluarga Giri, pria yang sudah bekerja selama 25 tahun di GPPS Arjuno tersebut merupakan sosok pendiam dan baik. "Saya percaya adik saya mati syahid soalnya pas lagi kerja, apalagi pas menghalau teroris," ucapnya.