Terungkap Alasan Fredrich Yunadi Minta Pindah: Emoh Ketemu Setya
Reporter
Antara
Editor
Widiarsi Agustina
Kamis, 19 April 2018 22:50 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -- Pengacara Fredrich Yunadi ngotot meminta untuk dipindahkan penahanannya tak lagi di Rumah Tahanan KPK, tapi Rutan Cipinang. Aneka dalih pelayanan diajukan, belakangan ia mengakui merasa tidak nyaman satu ruangan dengan Setya Novanto.
Semula, dalam permintaan yang diajukan hari ini, Fredrich minta dipindah ke Rutan Cipinang karena takut terlambat sidang. " Kalau terlambat bukan salah saya. Di sana bisa sampai tiga jam yang jemput jaksa penuntut umum (JPU)," kata Fredrich dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis 19 April 2018.
BACA: Fredrich Yunadi Ngotot Minta Pindah ke Penjara Cipinang
Fredrich Yunadi sendiri harus menjalani persidangan karena didakwa bersama-sama dengan dokter RS Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo dengan tuduhan menghindarkan ketua DPR Setya Novanto diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik.
Namun dalih itu dipatahkan Jaksa Penuntut Umum KPK Kresno Anto Wibowo. "Tidak masalah kami sidang siang. Ini kan ada laporan dari rutan," kata Jaksa. Belakangan dalam persidangan hari ini Fredrich mengakui, kalau ia ditahan satu ruangan dengan Setya Novanto.
BACA: Protes Fredrich Yunadi Soal Bubur Kacang Hijau dan Kondisi Sel
""Kami ditahan satu ruangan dengan SN (Setya Novanto) sedangkan beliau adalah saksi, ini kan akan menjadi komplikasi." begitu Fredrich mengajukan dalihnya. "Itu sebetulnya tidak boleh pak. Saya saja pak tadi ketemu Pak Bimanesh saya hanya salam saja langsung saya kaget. Saya hanya 'say hello' apalagi satu kamar." kata Fredrich lagi.
Ia lalu mengajukan usul agar Jaksa atau Hakim mau merasakan apa yang dia rasakan "Pak kalau mau rasakan coba menginap semalam baru tahu apa yang terjadi," katanya.
KPK sudah menahan Fredrich Yunadi sejak 13 Januari 2018. KPK mendakwa Fredrich telah bersekongkol merintangi penyidikan atas kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto.