Soal Mekanisme Pemanggilan Paksa DPR Dibahas di Paripurna

Kamis, 8 Februari 2018 09:21 WIB

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly, menandatangani hasil rapat tingkat pertama pembahasan Rancangan Undang-undang tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) yang digelar di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, 8 Februari 2018. Tempo/Hendartyo Hanggi

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) Dewan Pewakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly menyepakati mekanisme pemanggilan paksa dalam Pasal 73 Rancangan Undang-Undang tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) dibawa ke dalam rapat paripurna.

Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan salah satu pertimbangan soal penegasan mekanisme pemanggilan paksa tersebut adalah kejadian yang dialami Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca: Penambahan Kursi Pimpinan DPR, MPR, dan DPD Dibahas di Paripurna

"Itu (pansus angket) yang kedua. Ada satu pemanggilan yang dilakukan Komisi III terhadap seorang pejabat gubernur yang sampai hari ini tidak mau hadir di DPR. Itu pemicunya," kata Supratman Andi Agtas saat ditemui di di Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis dini hari, 8 Februari 2018.

DPR sempat mempertanyakan soal pemanggilan tersebut kepada Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian. "Kapolri menyatakan bahwa kami (DPR) tidak berhak memanggil secara paksa, karena hukum acaranya di Undang-undang MD3 itu belum jelas. Jadi kita merespons saja terhadap apa yang diminta oleh Pak Kapolri saat rapat kerja dengan Komisi III," kata Supratman.

Menurut dia, penambahan soal mekanisme prosedur itu bertujuan agar nantinya ada dasar hukum untuk melakukan pemanggilan paksa. Selain itu, tujuan lainnya agar Kapolri bisa menyusun sebuah peraturan di kepolisian dalam rangka pemanggilan paksa tersebut. "Jadi itu bukan ada ketambahan, memang permintaan kepolisian sesuai pada saat raker dan panitia angket meminta seperti itu," ujar Supratman.

Baca: Bambang Soesatyo: Pemerintah Setuju Revisi UU MD3

Advertising
Advertising

Pada 26 Oktober 2017, Pansus Angket KPK melakukan panggilan terhadap pimpinan lembaga antirasuah tersebut. Namun, KPK menolak undangan tersebut dan beralasan masih menunggu uji materi di Mahkamah Konstitusi terkait legalitas Pansus Angket KPK. Pada Kamis, 16 November 2017 Pansus Angket KPK melakukan pemanggilan kedua. Selanjutnya Pansus meminta bantuan kepolisian untuk menghadirkan pimpinan KPK secara paksa, namun Kapolri menolak.

Supratman melanjutkan, dengan adanya penekanan soal mekanisme tersebut, kepolisian dapat melakukan pemanggilan paksa atas permintaan DPR.

Adapun isi Pasal 73 yang terbaru mencantumkan, ayat ketiga termaktub dalam dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pada ayat keempat Panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pimpinan DPR mengajukan permintaan secara tertulis kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia paling sedikit memuat dasar dan alasan pemanggilan paksa serta nama dan alamat pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/ warga masyarakat yang dipanggil paksa. b. Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memenuhi permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a.

"Intinya, insya Allah nanti DPR terutama tentunya dengan mitra kerja dan Kapolri tentu akan bahas. Apalagi ini sudah perintah undang-undang, bahwa mekanisme pemanggilan paksa itu sudah diatur dan diserahkan sepenuhnya kepada peraturan kepolisian untuk mengatur lebih lanjut soal mekanisme lanjutan," kata Supratman.

Menteri Yasonna H. Laoly menanggapi mengenai hal itu. Menurut dia, nantinya kewenangan tetap akan ada di tangan kepolisian. "Jadi kan di situ untuk penguatan saja, supaya ada artinya, dipanggil kan supaya ada penguatan, tapi terserah polisinya juga kan," kata Yasonna di lokasi yang sama.

Berita terkait

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

19 jam lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

1 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

1 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

4 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

4 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

4 hari lalu

Prabowo dan Gibran Ikrar Sumpah Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Oktober 2024, Pahami Isinya

Pasca-putusan MK, pasangan Prabowo-Gibrang resmi ditetapkan KPU sebagai pemenang pemilu. Sumpah jabatan mereka akan diikrarkan pada Oktober 2024.

Baca Selengkapnya

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

5 hari lalu

Terkini: Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat, TKN Prabowo-Gibran Sebut Susunan Menteri Tunggu Jokowi dan Partai

Anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Sigit Sosiantomo mengatakan penetapan tarif tiket pesawat harus memperhatikan daya beli masyarakat.

Baca Selengkapnya

Wacana Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Berpotensi Langgar UU Penerbangan

5 hari lalu

Wacana Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Berpotensi Langgar UU Penerbangan

Penarikan iuran yang akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat itu dinilainya berpotensi melanggar Undang-Undang (UU).

Baca Selengkapnya

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

5 hari lalu

Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.

Baca Selengkapnya

Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat: Tidak Semua Penumpang Wisatawan

5 hari lalu

Anggota DPR Tolak Penerapan Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat: Tidak Semua Penumpang Wisatawan

Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menolak rencana iuran pariwisata di tiket pesawat.

Baca Selengkapnya