LSI: Perempuan RI Rentan Masuk Gerakan Radikal karena Tak Otonom

Senin, 29 Januari 2018 19:37 WIB

(dari kiri) Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Kuskridho Ambardi, Direktur Riset LSI Hendro Prasetyo, dan Pemimpin Redaksi Majalah TEMPO Wahyu Muryadi saat memberikan keterangan hasil Survei Pilkada DKI Jakata, di Kantor LSI , Menteng, Jakarta, Minggu (16/9). TEMPO/Dasril Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) Hendro Prasetyo menyebut ada potensi perempuan Indonesia rentan tergabung dalam gerakan radikal. Menurut dia, kerentanan ini terjadi akibat rendahnya otonomi perempuan untuk membuat keputusan dalam bidang keagamaan.

“Dalam pandangan agama, perempuan tidak otonom. Pandangan mereka banyak dipengaruhi laki-laki dalam lingkup pergaulan mereka,” kata Hendro, di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin 29 Januari 2018.

Baca juga: BNPT: Potensi Radikalisme Masyarakat Indonesia Perlu Diwaspadai

Hendro mengatakan potensi kerentanan perempuan ini tetap ada meskipun sebanyak 80,8 persen perempuan menolak menjadi radikal.

Dalam survei yang dirilis Wahid Foundation, UN Women Representative, dan Lembaga Survei Indonesia, potensi radikalisme terhadap perempuan masih kecil. Sebanyak 80,8 persen menyatakan tidak bersedia menjadi radikal. Angka ini lebih tinggi daripada laki-laki yang berada pada angka 76,7 persen. Sebaliknya, survei tersebut menyebutkan hanya 2,3 persen perempuan dan 5,2 persen laki-laki yang bersedia radikal.

Survei ini dilakukan pada 6-27 Oktober 2017 di 34 provinsi di Indonesia. Jumlah respondennya 1.500 yang dipilih dengan multi stage random sampling dengan margin of error 2,6 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Responden perempuan ditambah sebanyak 450 responden untuk kepentingan analisis.

Hendro menjelaskan kerentanan perempuan menjadi radikal karena otonomi perempuan yang masih rendah ketimbang laki-laki. Menurut dia, otonomi perempuan ini menunjukkan tingkat kemampuan perempuan dalam mengambil keputusan secara mandiri.

“Adanya tingkat otonomi perempuan yang tidak setinggi dalam bidang politik, perempuan memang rentan dipengaruhi dalam bidang agama,” ujarnya.

Dalam survei LSI, hanya 53,3 persen perempuan yang otonom. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki yang mencapai 80,2 persen. Sementara itu, sebanyak 21,1 persen perempuan masih bergantung terhadap laki-laki dan 25,6 persen netral. Perempuan tercatat otonomi dalam pilihan politik (68 persen), tapi tidak otonom dalam pandangan keagamaan (37,6 persen).

Direktur Wahid Foundation, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau Yenny Wahid membenarkan rendahnya otonomi perempuan dalam pandangan keagamaan. Namun, menurut dia, “Kita tidak bisa menyasar perempuan saja dalam gerakan radikalisme." Yenny pun menilai potensi kerentanan ini berbahaya.

Berita terkait

Tersangka Penyerang Gereja Sydney Tidak Menunjukkan Tanda-tanda Radikalisme

15 hari lalu

Tersangka Penyerang Gereja Sydney Tidak Menunjukkan Tanda-tanda Radikalisme

Ayah remaja yang ditangkap karena menikam seorang uskup di Sydney tidak melihat tanda-tanda radikalisme pada putranya.

Baca Selengkapnya

Bamsoet Ajak Tangkal Gerakan Radikalisme

8 Februari 2024

Bamsoet Ajak Tangkal Gerakan Radikalisme

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila Bambang Soesatyo mengapresiasi kesolidan kader Pemuda Pancasila di berbagai daerah.

Baca Selengkapnya

Mahfud Md Nilai Gerakan Radikalisme karena Merasa Ada Ketidakadilan

14 Januari 2024

Mahfud Md Nilai Gerakan Radikalisme karena Merasa Ada Ketidakadilan

"Karenanya, mari membangun keadilan, menegakkan hukum dengan baik. Ini pintu kemajuan ekonomi dan pemerataan," kata Mahfud Md.

Baca Selengkapnya

Atasi Terorisme dan Radikalisme, Prabowo Sebut Perlu Percepatan Transformasi Pembangunan

24 November 2023

Atasi Terorisme dan Radikalisme, Prabowo Sebut Perlu Percepatan Transformasi Pembangunan

Prabowo mengatakan radikalisme, ekstremisme, dan terorisme tumbuh subur saat rakyat putus asa dan kehilangan harapan mengenai masa depan.

Baca Selengkapnya

Dua Wanita Didakwa Pelanggaran Terorisme di Inggris setelah Unjuk Rasa Pro-Palestina

4 November 2023

Dua Wanita Didakwa Pelanggaran Terorisme di Inggris setelah Unjuk Rasa Pro-Palestina

Dua wanita tersebut mengenakan stiker paralayang yang diasosiasikan sebagai pro-Hamas dalam unjuk rasa pro-Palestina di London.

Baca Selengkapnya

Teken MoU Kerja Sama dengan BNPT, Gibran: Tanggulangi Radikalisme, Terorisme, dan Intoleransi

20 September 2023

Teken MoU Kerja Sama dengan BNPT, Gibran: Tanggulangi Radikalisme, Terorisme, dan Intoleransi

Gibran mengemukakan Pemerintah Kota Solo memang sangat serius dalam penanggulangan masalah intoleransi dan radikalisme.

Baca Selengkapnya

Cak Imin: di Mana Ada Saya dan PKB Tidak Akan Ada Radikalisme

15 September 2023

Cak Imin: di Mana Ada Saya dan PKB Tidak Akan Ada Radikalisme

Cak Imin menilai menilai agama seharusnya menjadi perekat. Demikian juga dengan tempat ibadah yang seharusnya bukan menjadi ladang pemecah belah.

Baca Selengkapnya

Wapres Ma'ruf Amin Sebut Tak Perlu Ada Pengkhususan dalam Mengawasi Rumah Ibadah

8 September 2023

Wapres Ma'ruf Amin Sebut Tak Perlu Ada Pengkhususan dalam Mengawasi Rumah Ibadah

Menurut Wapres Ma'ruf Amin, masalah itu datang apabila ada pengkhususan terhadap suatu objek seperti rumah ibadah.

Baca Selengkapnya

Polemik Usul Kepala BNPT agar Tempat Ibadah di Bawah Kontrol Pemerintah, Langkah Mundur?

6 September 2023

Polemik Usul Kepala BNPT agar Tempat Ibadah di Bawah Kontrol Pemerintah, Langkah Mundur?

Usul Kepala BNPT agar tempat ibadah di bawah kontrol pemerintah menimbulkan sejumlah kritik. Usul ini bahkan dinilai sebagai langkah mundur.

Baca Selengkapnya

Soal Usul BNPT Agar Tempat Ibadah Dikontrol, Setara: Yang Tepat Libatkan Organisasi Keagamaan Moderat

6 September 2023

Soal Usul BNPT Agar Tempat Ibadah Dikontrol, Setara: Yang Tepat Libatkan Organisasi Keagamaan Moderat

Setara Institute menanggapi usul BNPT agar pemerintah kontrol tempat ibadah. Mereka menilai yang tepat adalah libatkan organisasi keagamaan moderat.

Baca Selengkapnya