Fredrich Yunadi pengacara Setya Novanto memberi keterangan kepada media di RSCM Kencana, Jakarta, 19 November 2017. Fredrich menyebut tim dokter IDI masih merahasiakan hasil tes terhadap Setya Novanto. Tempo/Fakhri Hermansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Fredrich Yunadi, Sapriyanto Refa, mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hari ini, 11 Januari 2018. Refa menyatakan dia datang ke KPK untuk meminta komisi antirasuah itu menunda pemeriksaan terhadap Fredrich.
"Kami masukkan surat meminta pemeriksaan besok ditunda dulu sampai adanya putusan sidang kode etik terhadap Pak Fredrich," kata Refa di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 11 Januari.
Menurut Refa, KPK melayangkan surat kepada Fredrich agar menjalani pemeriksaan pada Jumat, 12 Januari 2018. Namun, Refa dan timnya berupaya agar pemeriksaan KPK terhadap Fredrich ditunda. Sebab, ia hendak memahami terlebih dahulu pelanggaran kode etik advokat yang dilakukan Fredrich.
"Apakah dalam pelaksanaan profesi yang dia lakukan sebagai kuasa hukum Pak Setya Novanto ada pelanggaran kode etik," ujar Refa.
Awalnya Refa ingin bertemu dengan Direktur Penyidikan KPK dan penyidik yang menangani perkara Fredrich. Namun, Refa mendapat informasi bahwa pihak yang ingin ditemuinya sedang tak ada di gedung KPK.
Selain itu, Refa harus memasukkan surat permohonan bertemu penyidik terlebih dahulu. Alhasil, ia mengajukan surat kepada KPK agar pemeriksaan Fredrich ditunda hingga ada keputusan sidang kode etik.
Refa berujar sidang kode etik dilakukan oleh Dewan Kehormatan Daerah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Ia mengklaim akan segera mengajukan dilaksanakannya sidang kode etik untuk Fredrich.
"Kalau tidak puas, dia (Fredrich) banding ke Dewan Kehormatan Pusat Peradi. Itulah keputusan finalnya," ujar Refa.
KPK menetapkan Fredrich Yunadi sebagai tersangka dugaan melakukan obstruction of justice (OJ) atau menghalangi proses penyidikan terdakwa kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Setya Novanto. Fredrich diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.