Pengakuan Tonny Budiono Soal 30 Ransel Duit di Kamarnya
Reporter
Antara
Editor
Widiarsi Agustina
Senin, 18 Desember 2017 19:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono mengaku tak ingat soal ada 30 ransel duit senilai Rp 18 Miliar hingga Rp 19 Miliar di kamarnya. Puluhan ransel duit itu ditemukan dalam Operasi Tangkap Tangan KPK beberapa waktu lalu.
"Uang ditaruh di ransel, 30 tas, saya tahu dari penyidik," kata Tonny saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin 18 Desember 2017.
Tonny bersaksi untuk terdakwa Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan yang didakwa menyuap Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Dirjen Hubla) Antonius Tonny Budiono senilai Rp 2,3 miliar terkait pelaksanaan pekerjaan pengerukan pelabuhan dan Surat Izin Kerja Keruk (SIKK).
BACA: Dirjen Tonny, Uang Bertebaran, dan Atap Gereja Bocor
Menurut Tonny, duit dalam ransel itu berisi uang dari berbagai mata uang. "Ada dolar Singapura, dolar AS, ringgit Malaysia, poundsterling karena setiap tahun mengikuti sidang di London," kata Tonny. Jika dia sedang bertugs di Singapura mengikuti pertemuan tiga pihak antara Singapura, Indonesia dan Malaysia sehingga ia menyimpan dalam bentuk dolar Singapura. "Hanya kalau uang dalam 1.000 dolar Singapura itu dari pemberian," ujarnya.
Menurut Tonny, uang itu dikumpulkannya selama bertahun-tahun. "Bahkan ada yang sudah meleleh karena menempel. Ada uang istri saya juga sebagai guru, karena dapat dari wali murid mendapat saat kenaikan kelas."
Dalam dakwaan disebutkan Adi Putra Kurniawan membuka beberapa rekening di Bank Mandiri menggunakan KTP palsu dengan nama Yongkie Goldwing dan Joko Prabowo sehingga pada 2015--2016 membuat 21 rekening di bank Mandiri cabang Pekalongan dengan nama Joko Prabowo.
Baca: OTT Pejabat Kemenhub, KPK Segel Ruang Kerja A. Tonny Budiono
Ia bertujuan kartu bank ATM-nya dapat diberikan kepada orang lain, yaitu anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM), wartawan, preman di proyek lapangan, rekan wanita dan beberapa pejabat di Kementerian Perhubungan (Kemengub).
Tonny mengaku, sebelum ditangkap pada 23 Agustus 2017 dalam OTT KPK sempat menghadiri sejumlah kegiatan pada pagi harinya.
"Pada pagi harinya, saya menghadiri kegiatan di Mabes Polri untuk Natal mendampingi Pak Menteri kemudian ke satu hotel untuk menghadiri acara masyarakat kereta api. Saya juga Plt Dirjen Kereta Api, lalu saya ke kemenko Maritiim," ujarnya.
Ia menimpali, "Saya pulang 18.30, lalu pintu saya ketok-ketok, tapi saya tidak buka dan saya hanya katakan `Mohon maaf urusan kantor silakan ke kantor`. Ternyata, yang datang orang KPK."
Saat itu, Tonny menyatakan, dirinya hanya mengenakan singlet dan celana pendek, dan mengaku biasa menyimpan uang tunai di dalam rumah."Uang-uang itu berasal dari uang perjalanan dinas, uang pribadi almarhumah istri saya dan uang dari kontraktor, dan pengurusan izin," ungkapnya.
Baca juga: KPK Perpanjang Masa Penahanan Eks Dirjen Hubla Tonny Budiono
Salah satu asosiasi pengurusan izin yang memberikan uang kepadanya adalah seseorang yang dipanggil sebagai Ibu Billy oleh Tonny, jumlahnya senilai 30.000 dolar Amerika Serikat (AS). "Lalu dari PT Dumas 10.000 dolar AS, perusahaan Safik 50.000 dolar AS, Harsono Rp30 juta," tambahnya.
Saat ditanya jaksa KPK, "Kenapa tidak dilaporkan ke KPK dari pemberian-pemberian itu?", maka Tonny Budiono pun menjawab: "Itu kesalahan saya tidak melaporkan."
Adi Putra Kurniawan didakwa berdasarkan pasal 5 ayat (1) huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah padahal diketahui bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
BACA: KPK Periksa Ignasius Jonan Terkait Kasus Suap Tonny Budiono