MKD Akan Minta Setya Novanto Mundur dari Ketua DPR

Reporter

Hussein Abri

Rabu, 6 Desember 2017 08:58 WIB

Tersangka kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto bersiap menjalani pemeriksaan, di gedung KPK, Jakarta, 5 Desember 2017. KPK menyatakan berkas perkara tersangka kasus korupsi proyek KTP Elektronik itu sudah lengkap atau P21. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat akan meminta Setya Novanto untuk mundur sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Sebab, berdasarkan penelusuran MKD, Setya terbukti melanggar etika. “Mudah-mudahan sebelum MKD bersikap, Setya sudah mundur dari Ketua DPR,” ujar Wakil Ketua MKD Syarifuddin Sudding, Selasa, 5 Desember 2017.

Status Setya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) juga menyebabkan kinerja pemimpin DPR terganggu. Bahkan, Setya juga sempat mangkir dari panggilan pemeriksaan KPK.

Baca: Ditanya Soal Berkas P21, Setya Novanto Diam Sambil Tinggalkan KPK

Menurut Syarifuddin, MKD bisa mencopot Setya sebagai Ketua DPR. Hal itu dimungkinkan karena Setya terancam mendapat sanksi etik level sedang dengan ancaman pencopotan posisi pemimpin DPR. Sanksi tersebut diberikan karena sebelumnya Setya pernah melakukan pelanggaran dan mendapat sanksi level ringan.

Akumulasi dari sanksi tersebut akan menjadi sanksi berat. “Ini sudah terang-benderang, tinggal tunggu satu-dua hari ke depan,” ujar Sekretaris Jenderal Partai Hanura itu.

Anggota MKD dari Fraksi Golkar, Agung Widyantoro, mengatakan Setya sudah mempertimbangkan untuk mundur dari jabatan Ketua DPR. Hal itu Setya sampaikan ketika MKD memeriksanya di KPK pada Kamis, 30 November 2017. “Tapi menunggu waktu yang tepat,” kata dia. Setya meminta waktu untuk mencari pengganti dirinya. “Agar proses pergantian tidak terjadi kegaduhan.”

Baca: Berkas Setya Novanto Dilimpahkan, Fredrich Serang KPK Lagi

Advertising
Advertising

Skenario pengunduran diri Setya berpotensi mengulang langkah yang diambil pada 2015. Setya sempat terseret perkara dugaan permufakatan jahat dalam divestasi saham PT Freeport Indonesia, yang dikenal publik dengan kasus “Papa Minta Saham”.

Ketika itu, MKD sudah menyimpulkan bahwa Setya melakukan pelanggaran dan akan terkena sanksi level sedang. Namun, sebelum saksi diberikan, Setya terlebih dulu mengirimkan surat pengunduran diri sebagai Ketua DPR. Selanjutnya, Ade Komaruddin dipilih menggantikannya.

Namun kepemimpinan Ade hanya berumur sepuluh bulan. MKD menyatakan Ade melakukan dua pelanggaran etika ringan, yaitu memindahkan sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) yang mendapat penyertaan modal negara dari Komisi VI ke Komisi XI DPR RI, serta dianggap memperlambat proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Pertembakauan.

Akumulasi dua sanksi etika ringan itu menjadi sanksi sedang yang berujung pada pencopotan Ade. Setya lantas kembali melenggang duduk di kursi Ketua DPR.

Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Golkar, Idrus Marham, mengatakan sampai saat ini belum ada sinyal bahwa Setya akan mundur. “Berikan waktu dan ini yang menentukan Setya sendiri,” kata dia, Selasa, 5 Desember 2017.

Adapun kuasa hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi, mengatakan kliennya tidak melanggar etika sehingga tidak perlu mengundurkan diri. “Tunggu hasil sidang (praperadilan),” kata dia.

AHMAD FAIZ | MAYA AYU

Berita terkait

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

1 hari lalu

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?

Baca Selengkapnya

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

1 hari lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

1 hari lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

2 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

Freeport: dari Kasus Papa Minta Saham sampai Pujian Bahlil pada Jokowi

2 hari lalu

Freeport: dari Kasus Papa Minta Saham sampai Pujian Bahlil pada Jokowi

Saham Freeport akhirnya 61 persen dikuasai Indonesia, berikut kronologi dari jatuh ke Bakrie sampai skandal Papa Minta Saham Setya Novanto.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

3 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

4 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

4 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

4 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo, Kilas Balik Luka Lama Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah dengan PKS

4 hari lalu

Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo, Kilas Balik Luka Lama Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah dengan PKS

Kabar PKS gabung koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran membuat Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah keluarkan pernyataan pedas.

Baca Selengkapnya