Direktur Imparsial Sebut 4 Alasan UU Ormas Perlu Direvisi

Selasa, 21 November 2017 04:40 WIB

Direktur Imparsial Al Araf saat ditemui di Universitas Paramadina, Jakarta, , 18 November 2017. Tempo/Syafiul Hadi

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Imparsial, Al Araf, mengatakan setidaknya ada empat alasan mengapa Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang sudah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 24 Oktober 2017, perlu direvisi.

Pertama, kata Araf, undang-undang tersebut dapat membahayakan kehidupan demokrasi di Indonesia. Sebab, dalam UU tersebut pembubaran ormas yang
dianggap menentang Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila, bisa dilakukan tanpa melalui pengadilan.

Baca juga: Uhamka Menilai Ketentuan Pidana UU Ormas Tidak Rasional

"UU Ormas ini memberikan ruang besar terhadap penguasa untuk bisa melakukan pembubaran terhadap organisasi masyarakat tanpa melalui proses pengadilan," ujarnya saat diskusi "Urgensi Revisi UU Ormas" di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, pada Senin, 20 November 2017.

Kedua, Al Araf melanjutkan, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membuka ruang untuk diadakan perubahan atas UU tersebut sebab dimasukkan dalam prolegnas. Artinya, ada kelemahan-kelemahan dalam UU Ormas tersebut yang
harus direvisi agar tidak menimbulkan persoalan hukum dala demokrasi Indonesia.

Ketiga, Al Araf menyebut adanya tumpang tindih aturan hukum antara UU Ormas dan Undang-Undang tentang Yayasan yang masih berlaku hingga sekarang. Ia mengatakan, dalam UU Yayasan itu menyebutkan, mekanisme pembubaran dilakukan melalui pengadilan. Padahal, dalam UU Ormas, pembubaran cukup dilakukan oleh pemerintah.

Simak pula: Mahfud MD Sebut Rencana Revisi UU Ormas Tak Perlu Didramatisir

Advertising
Advertising

Terakhir, kata Al Araf, dengan disahkannya UU Ormas mengembalikan aturan pembubaran ormas seperti zaman Orde Baru. "UU Ormas ini sesungguhnya mengambalikan kepada format pengaturan pembubaran ormas seperti di masa Orde Baru," ujarnya.

UU Ormas disahkan dari Peraturan Penganti Undang-Undang tentang Ormas yang memberikan wewenang kepada pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM untuk langsung membubarkan ormas anti-Pancasila tanpa jalur pengadilan. Untuk mencabut status badan hukum ormas anti-Pancasila, Menteri Hukum dan
HAM hanya melewati dua sanksi administratif.

TIKA AZARIA

Berita terkait

Respons Amnesty Internasional, Imparsial, Komnas HAM soal Anggota TNI Aniaya Warga Papua

40 hari lalu

Respons Amnesty Internasional, Imparsial, Komnas HAM soal Anggota TNI Aniaya Warga Papua

Warga Papua yang diduga anggota TPNPB-OPM itu bernama Definus Kogoya. Kejadian penganiayaan dilakukan di wilayah Kabupaten Puncak.

Baca Selengkapnya

Kecam Warga Papua Dianiaya TNI, Imparsial: Bukti Pendekatan Keamanan Tak Hormati HAM

40 hari lalu

Kecam Warga Papua Dianiaya TNI, Imparsial: Bukti Pendekatan Keamanan Tak Hormati HAM

Kekerasan di Tanah Papua, selalu berulang karena pemerintah masih menggunakan pendekatan keamanan dalam menangani konflik.

Baca Selengkapnya

Reaksi Ma'ruf Amin hingga Imparsial Soal TNI-Polri Isi Jabatan ASN

47 hari lalu

Reaksi Ma'ruf Amin hingga Imparsial Soal TNI-Polri Isi Jabatan ASN

Imparsial menilai penempatan TNI-Polri di jabatan ASN akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya dwifungsi ABRI.

Baca Selengkapnya

Imparsial Kritik Rencana Pengesahan PP Manajemen ASN: Melegalisasi Dwifungsi ABRI, Mengancam Demokrasi

48 hari lalu

Imparsial Kritik Rencana Pengesahan PP Manajemen ASN: Melegalisasi Dwifungsi ABRI, Mengancam Demokrasi

Peraturan Pemerintah itu juga membahas jabatan ASN yang bisa diisi oleh prajurit TNI dan personel Polri, dan sebaliknya.

Baca Selengkapnya

Tolak Rencana TNI Tambah 22 Kodam, Imparsial: Kecenderungan Militer Berpolitik Makin Tinggi

3 Maret 2024

Tolak Rencana TNI Tambah 22 Kodam, Imparsial: Kecenderungan Militer Berpolitik Makin Tinggi

Mabes TNI berencana menambah 22 Kodam menyesuaikan jumlah provinsi di Indonesia

Baca Selengkapnya

Mereka Menentang Pemberian Gelar Jenderal Kehormatan ke Prabowo, dari Kelompok HAM hingga Aktivis 1998

29 Februari 2024

Mereka Menentang Pemberian Gelar Jenderal Kehormatan ke Prabowo, dari Kelompok HAM hingga Aktivis 1998

Pemberian gelar Jenderal Kehormatan kepada Prabowo melukai hati keluarga korban penghilangan paksa aktivis 1997-1998.

Baca Selengkapnya

Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Mirage oleh Kemenhan ke KPK

13 Februari 2024

Koalisi Masyarakat Sipil Laporkan Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Mirage oleh Kemenhan ke KPK

Menurut Julius, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan telah mengumpulkan bukti-bukti dan dokumentasi sebelum melaporkan kasus itu ke KPK.

Baca Selengkapnya

Respons Luhut Soal Vonis Bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, Begini Kata Para Aktivis HAM

9 Januari 2024

Respons Luhut Soal Vonis Bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, Begini Kata Para Aktivis HAM

Sejumlah pihak menanggapi vonis bebas terhadap penggiat HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Apa tanggapan Luhut dan para aktivis?

Baca Selengkapnya

Imparsial Nilai Prabowo Tak Tawarkan Perubahan yang Nyata dalam Penanganan Konflik Papua

13 Desember 2023

Imparsial Nilai Prabowo Tak Tawarkan Perubahan yang Nyata dalam Penanganan Konflik Papua

Ghufron menilai Prabowo Subianto tidak memiliki gagasan orisinal dalam menanggapi kasus pelanggaran HAM dan konflik di Papua

Baca Selengkapnya

Kecam Intimidasi Aparat terhadap Ketua BEM UI, Koalisi Sipil: Upaya Elit Merepresi Kritik Publik

10 November 2023

Kecam Intimidasi Aparat terhadap Ketua BEM UI, Koalisi Sipil: Upaya Elit Merepresi Kritik Publik

Koalisi Sipil mengecam intimidasi terhadap Ketua BEM UI sekaligus meminta aparat pertahanan dan keamanan menghentikan intimidasi ke masyarakat sipil.

Baca Selengkapnya