Diskusi fraksi PKS tentang RUU Penyiaran di ruang fraksi PKS, Nusantara I DPR, Jakarta, 24 Mei 2017. TEMPO/Diko Oktara
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran mengkritik draf Rancangan Undang-Undang Penyiaran tertanggal 3 Oktober 2017 dalam pasal 144 ayat (1) yang di dalamnya memuat ketentuan ”Materi siaran iklan dibatasi untuk promosi iklan rokok”. KNRP menilai hal itu tidak sejalan dengan ketentuan sebelumnya, yakni melarang iklan rokok.
"Dalam kaitan dengan kepentingan publik, KNRP mendorong agar dalam pembicaraan RUU selanjutnya, pasal pelarangan iklan rokok sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat tertanggal 6 Februari 2017 Pasal 144 Ayat 2 huruf i dapat dikembalikan," kata aktivisi anggota KNRP Bayu Wardhana dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Kamis 12 Oktober 2017.
KNRP menilai bahwa rokok merupakan zat adiktif sebagaimana telah dinyatakan dalam UU 36/2009 tentang Kesehatan Pasal 113 Ayat 2. Dengan memuat ketentuan yang membolehkan kembali iklan rokok disiarkan, maka draf RUU Penyiaran 3 Oktober 2017 itu bertentangan dengan UU Kesehatan.
Padahal lebih dari 140 negara telah menghapus iklan rokok dari penyiaran. "Pelarangan iklan rokok mestinya menjadi prioritas DPR dalam revisi UU Penyiaran demi perlindungan anak dan remaja dari paparan produk adiktif. Langkah DPR mempertahankan iklan rokok adalah kemunduran," kata Bayu.
KNRP menganggap keberadaan materi iklan rokok semakin menimbulkan kesan DPR menunjukkan ketidakpedulian untuk melindungi anak dan remaja yang selama ini jadi target utama iklan dan promosi rokok.