Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Palangka Raya- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama KH Said Aqil Siradj meminta masyarakat tidak antipati terhadap konglomerat. Sebab, kata Said, konglomerat turut membangun bangsa.
Pernyataan itu disampaikan Said Aqil saat membuka Pramusyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdatul Ulama di Hotel Luwansa Palangka Raya, Ahad, 8 Oktober 2017. "Sebaiknya mereka (konglomerat) jangan dimusuhi. Tapi konglomerat juga harus tanggap, misalnya dengan membangun ekonomi rakyat menengah dan kecil," ujar Said.
Menurut Said data Bank Dunia pada 2015 menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negeri ranking ketiga tertimpang setelah Rusia dan Thailand. Gini rasio Indonesia mencapai 0,93 persen dan gini indeks penguasaan tanah 0,46 persen. "Artinya satu persen orang kaya di Indonesia menguasai 50,3 persen kekayaan nasional," ujarnya.
Selain itu 0,1 persen pemilik rekening menguasai 55,7 persen simpanan di bank. Ada sekitar 16 juta hektare tanah yang hanya dikuasai oleh sekitar 2 ribu perusahaan perkebunan dan 5,1 juta hektar diantaranya dikuasai perkebunan kelapa sawit.
"Padahal, di sisi lain ada 15,56 juta petani tidak punya lahan yang mengakibatkan jumlah petani semakin menyusut. Dari 31 juta keluarga berkurang jadi 26 juta keluarga)," tutur Said.
Karena itu solusinya agar para konglomerat bisa bekerja dengan tenang yakni dengan menaikan ekonomi rakyat. Jangan sampai ada konglomerat yang sudah kaya tapi tidak membantu masyarakat. "Malah uangnya ditaruh di bank luar negeri, ini jelas membuat kesenjangan sosial," katanya.
Dari sisi ekonomi, kata Said Aqil , ketimpangan banyak terjadi pada masyarakat di pinggiran sumber daya alam (SDA). "Masih banyak masyarakat yang miskin terutama di pinggiran laut dan tambang. Itu tugas konglomerat untuk melakukan pemerataan," katanya.