Goenawan Mohamad: Isu Kebangkitan PKI itu Konyol
Reporter
Arkhelaus Wisnu Triyogo
Editor
Rina Widiastuti
Jumat, 29 September 2017 02:09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Budayawan, Goenawan Mohamad, mengatakan munculnya kembali isu kebangkitan komunisme dan Partai Komunis Indonesia tak lagi relevan dengan kondisi bangsa Indonesia. Ia menyebut kemunculan isu komunisme di Indonesia adalah hal yang konyol.
“Berhentilah dengan fobia karena itu bukan saja konyol, tapi meneruskan kebencian yang seharusnya sudah tidak ada,” kata Goenawan di Teater Utan Kayu, Jakarta Timur, Kamis 28 September 2017. Menurut dia, kemunculan isu komunisme hanya menjadi bahan tertawaan lantaran tak ada dasar yang cukup kuat atas isu tersebut.
Baca juga: 6 Fakta Tentang Film G 30 S PKI yang Wajib Diketahui
Ia pun meminta organisasi-organisasi massa berhenti mempromosikan isu kebangkitan PKI. Menurut Goenawan, isu untuk memusuhi korupsi lebih penting. “Berhentilah meneruskan pedagogi bahwa PKI akan bangkit lagi, karena itu selain tidak masuk akal, itu dusta, menimbulkan paranoia, dan menimbulkan permusuhan yang tidak penting,” ujarnya.
Isu kebangkitan PKI ramai dibicarakan kembali pada September ini. Isu ini mengemuka ketika polisi membubarkan rencana diskusi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia tentang Sejarah 1965, pada Sabtu-Ahad, 16-17 September 2017. Kantor lembaga itu juga diserang oleh lebih dari seribu orang mengatasnamakan ormas anti-komunis.
Kelompok tersebut menuding acara seminar dan pentas seni Asik Asik Aksi menandai kebangkitan PKI di kantor YLBHI. Isu komunisme menguat ketika Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo memerintahkan seluruh prajurit dan keluarganya menonton film Penumpasan Pengkhianatan G30S PKI. Perintah ini banyak memicu kontroversi.
Merespons polemik isu 65 yang muncul, Goenawan memberikan ceramah seputar peristiwa dalam konteks dan kontestasi politik pada tahun iti. Ketua Panitia Ceramah Andy Budiman berpendapat ceramah umum bukan untuk membuktikan perspektif yang paling benar tentang 1965. "Kami tidak mau bilang bahwa ini yang paling benar, ini hanya mendengarkan dari salah satu perspektif," ujarnya.
ARKHELAUS W.