TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menelisik aliran sumber duit suap lainnya untuk anggota Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Damayanti Wisnu Putranti. Karena itu, penyidik intensif memeriksa bos PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng.
"Arahnya kan sama. Mungkin ada paket lain," kata Agus kepada Tempo di gedung DPR, Rabu, 27 Januari 2016.
Karenanya, KPK menduga ada duit suap selain yang telah diberikan Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir kepada Damayanti sebesar SG$ 404 ribu. "Bisa jadi (ada duit yang lain)," ujarnya.
Dia memastikan ada pengembangan atau tersangka baru untuk kasus ini, baik dari pemberi suap maupun penerima suap. "Networking-nya biasanya kan ada," kata mantan Kepala Lembaga Pengadaan Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah itu.
Saat dikonfirmasi, ada 24 anggota Komisi Infrastruktur DPR yang terlibat. Agus enggan membeberkannya. Dia juga bungkam saat dikonfirmasi soal persekot untuk anggota DPR yang menawarkan paket proyek dan mendapat jatah 8 persen dari nilai proyek. "Terus terang saya belum tahu," ujarnya.
Baca Juga:
Wakil Ketua KPK lainnya, Laode Muhammad Syarief, mengatakan kasus Damayanti ini masih dalam pengembangan. Karena itu, dia meminta penyidik bekerja lebih dulu. "Tunggu saja, masih dalam proses," ujarnya.
Selain Aseng, penyidik KPK juga memeriksa anggota Komisi Infrastruktur dari Fraksi Golkar, Budi Supriyanto. Ini merupakan panggilan kedua untuk Budi. Sebab, pada panggilan pertama, ia beralasan sakit. Namun mereka bersaksi untuk tersangka yang berbeda. Aseng diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Damayanti. Sedangkan Budi diperiksa sebagai saksi Abdul Khoir.
Kuasa hukum Abdul, Haeruddin Massaro, mengatakan kliennya sempat ditanya penyidik tentang 24 dari 54 anggota Komisi Infrastruktur. Sesuai dengan penjelasan Abdul, yang biasa kerja sebagai kontraktor, ujar Haeruddin, setiap anggota dewan punya beberapa paket pekerjaan. Paket-paket inilah yang biasanya disalurkan kepada kontraktor-kontraktor di daerah lewat Balai Pelaksana Jalan Nasional. "Kadang-kadang ada yang maju kayak DWP ini, ada juga yang cuma nitip," ujarnya.
Khusus untuk proyek di Kementerian Infrastruktur ini, dia mengaku semua fraksi punya paket proyek. "Kecuali Nasdem karena mereka tidak mau ngambil." Untuk di Maluku ini, Abdul mengincar proyek dari 20 paket yang dimiliki DPR.
Biasanya, menurut Haeruddin, para kurator itu mendapat jatah 8 persen dari nilai proyek. Nilai tersebut sudah menjadi aturan "siluman" dalam sistem tender proyek.
KPK resmi menetapkan Damayanti Wisnu Putranti sebagai tersangka penerima suap dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir pada Kamis, 14 Januari 2016. Damayanti diduga mengamankan proyek jalan di Maluku yang masuk dalam anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016.
KPK juga menetapkan makelar suap, yakni Julia Prasetyarini alias Uwi dan Dessy A. Edwin. KPK menyebut Dessy dan Juli sebagai staf Damayanti. Adapun Abdul Khoir disangka sebagai pemberi suap.
Keempat tersangka itu merupakan hasil operasi tangkap tangan tim satuan tugas KPK. Ada enam orang yang dicokok pada Rabu malam, 13 Januari 2016, di tempat yang berbeda. Dua orang sisanya merupakan sopir, yang kini dibebaskan. Duit yang diamankan saat operasi sebesar SG$ 99 ribu. Namun total duit yang telah dikucurkan Abdul sebesar SG$ 404 ribu. Untuk mengembangkan kasus ini, KPK membuka penyelidikan baru. Penyidik juga sempat menggeledah ruang kerja anggota Komisi Infrastruktur dari Fraksi Golkar, Budi Supriyanto, dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Yudi Widiana Adia.
Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Ambon Amran Mustary, seusai diperiksa penyidik pada Selasa malam, mengaku proyek yang rencananya diberikan kepada Abdul adalah pembangunan jalan di Pulau Seram. "Panjangnya lebih dari 5 kilometer," ujar Amran. Nilai proyek itu sekitar Rp 59 miliar.
LINDA TRIANITA