TEMPO.CO, Jakarta - Nama Bahrun Naim bukan baru lagi. Lelaki asal Pasar Kliwon Solo ini, pernah masuk bui terkait dengan aksi terorisme dan kepemilikan amunisi secara ilegal. Ia pernah dibui gara-gara aksi itu pada 2011. Setelah bebas pada 2014, Bahrun Naim berangkat ke Suriah dan bergabung dengan Raqaa. Dan kemarin, Kapolda Metro Jaya Inspektur Tito Karnavian menyebut Bahrun Naim berada di balik serangan teror bom dan penembakan di kawasan Sarinah dan Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis, 14 Januari 2016.
"Bahrun ingin membentuk Khatibah Nusantara yang meliputi Asia Tenggara. Dia ingin merancang serangan di Indonesia sehingga dikatakan sebagai pemimpin," kata Tito di Istana Negara, Kamis, 14 Januari 2016.
SIMAK: Bahrum Naim, Sosok di Balik Teror Bom Sarinah Jakarta
Bahrun bernama lengkap Muhammad Bahrun Naim Anggih Tamtomo. Namanya terjejak pertama sebagai pengunggah video berdurasi 9 menit, berisi orasi seseorang yang diduga Santoso, yang mengancam akan meledakkan Kantor Kepolisian Polda Metro Jaya, juga Istana Merdeka.
Dalam video yang terdapat di jejaring sosial Facebook itu, Santoso pun berupaya mengajak masyarakat untuk mendukung dan bergabung dengan Daulah Islamiyah. Video yang sempat dibagikan hingga 97 kali oleh netizen dan diunggah oleh akun Facebook bernama Muhammad Bahrun Naim Anggih Tamtomo tersebut akhirnya diblokir pemerintah. Itu terjadi setelah ia pulang dari Suriah dan bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada 2014.
Tak hanya di media sosial, Bahrun rajin menulis. Di blognya yang masif aktif, Bahrun Naim mengklaim sebagai analis, strategi, dan kontra intelijen. Tulisan yang menarik, selain soal tehnis membangun sel sistem dan sniper, Bahrun membuat analisis dari serangan di Paris yang menewaskan 130 orang pada 13 November 2015. Tulisan itu berjudul “Pelajaran dari Serangan Paris” yang dipublikasikan pada 15 November—hanya terpaut dua hari dari tragedi Paris. Di blognya tersebut, Bahrun menyebut serangan itu menakjubkan, juga inspiratif.
SIMAK:
Teror Sarinah, Efek Bahrun dan Rivalitas Tokoh ISIS
Ada sejumlah hal yang membuat Bahrun menyebutnya demikian. Pertama, serangan Paris dilakukan oleh pemuda terbaik yang berusia 15 hingga 18 tahun, dilancarkan di jantung “pusat salibis” dunia, dan dilancarkan dalam waktu singkat dengan jumlah korban besar. “Pertama, dari sisi korban jiwa yang cukup besar. Kedua, dari sisi perencanaan yang matang dari sisi target, timing, hingga akhir misi (end of action) yang berani,” tulisnya.
Bahrun juga mengatakan serangan Paris hanya mampu dilakukan oleh “pasukan inghimasiyyin (sebutan bagi militan berani mati) yang akan meledakkan dirinya bila hendak tertangkap dan terkepung.” Ia juga memuji sel militan di negara “salibis”—sebutannya bagi negara berpenduduk mayoritas Kristen—sangat solid.
Bahrun mengatakan, ketika akan melancarkan serangan, militan Paris melakukan banyak kamuflase, seperti mengubah penampilan dan komunitas. Bahkan untuk mencapai tujuan, para militan di negara Barat tidak mengakses media sosial dan Internet. Strategi serangan Paris, kata Bahrun, dengan mengacaukan skema lingkaran, biasanya diketahui secara umum oleh otoritas Barat.
SIMAK: Mahasiswi UMS Menghilang, Diduga Dibawa Kabur ke Suriah
Biasanya, menurut Bahrun, lingkaran pertama pelaku adalah keluarga, teman; lingkaran kedua adalah teman dari teman, murid dari guru, teman satu organisasi; dan lingkaran ketiga adalah orang-orang yang dikenal atau orang yang mengenalnya.
Banyak posting-an teknis operasi di blog Bahrun. Misalnya bagaimana cara membuat detonator TATP hingga disiplin menjadi sniper.
WDA