Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke [email protected].

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

G30S 1965, Lolos Eksekusi Mati Ditolong Tokoh Muhammadiyah  

Editor

Sunu Dyantoro

image-gnews
Pidato Presiden Sukarno di hadapan para pendukung PKI yang menunjukkan bagaimana komunisme juga menjadi kekuatan yang membawa Indonesia menuju identitas Negara yang kuat, dengan semangat nasionalis, agama dan komunis. wikipedia. org
Pidato Presiden Sukarno di hadapan para pendukung PKI yang menunjukkan bagaimana komunisme juga menjadi kekuatan yang membawa Indonesia menuju identitas Negara yang kuat, dengan semangat nasionalis, agama dan komunis. wikipedia. org
Iklan

TEMPO.CO, Banguwangi - Minggu ketiga Oktober 1965. Slamet Abdul Rajak, sedang berlatih angklung di kantor Lembaga Kebudayaan Rakyat di Temenggungan, Banyuwangi, Jawa Timur. Lekra merupakan lembaga yang berafiliasi ke Partai Komunis Indonesia. Saat itu ada sekitar 10 orang bersamanya. Lalu tiba-tiba, kegaduhan itu datang. Kampung yang jadi basis ‘merah’ itu dikepung tentara berseragam dan berlaras panjang. Belasan panser berjaga di setiap ujung jalan. (Lihat video Cerita di Balik Film ‘PKI’, Disebut Berbahaya, Inilah Fakta Lagu Genjer-Genjer)

Gerombolan lain berbaju serba hitam yang menamakan diri “Gagak Hitam” datang menyerbu. Membawa pentungan dan clurit, mereka menendang dan menangkapi siapa saja yang di kampung itu. Rumah-rumah lantas dirusak. Seisi kampung lari tunggang-langgang, suasana berubah mencekam.

Baca juga: EKSKLUSIF G30S: Ketua PKI Aidit Ditangkap setelah Minum Kopi

Slamet yang saat itu berusia 17 tahun, berusaha menyelamatkan diri dengan menyusuri jalan-jalan tikus. Saat itu dia berpikir untuk kabur ke Surabaya menggunakan kereta api. Di tengah jalan ia mengubah rencananya untuk pergi menggunakan kapal dari Pelabuhan Boom.

Tapi nahas, baru saja sampai di pintu pelabuhan, ada orang yang meneriaki namanya. “Seorang tentara langsung menendang dan melempar saya ke atas truk,” kata pria yang kini 73 tahun itu, Senin 21 September 2015. Dia lantas dibawa ke Lapangan Blambangan, tengah kota. Di situ sudah penuh dengan orang yang senasib seperti dirinya. Ratusan tentara bersenjata beserta Gagak Hitam berjaga ketat.

Baca juga:EKSKLUSIF G30S 1965: Lelaki Lima Alias di Operasi Penculikan

Dari Lapangan Blambangan, Slamet diangkut lagi ke sebuah gedung sekolah di Desa Bulusan. Seharian itu juga dia menjalani interograsi di tiga tempat berbeda, mulai ke kantor Kodim, Puterpra dan berakhir di kantor Badan Komando Siaga (BKS) di kampungnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat di kantor BKS, Slamet dimasukkan ke sebuah drum selama sehari-semalam, sebelum akhirnya seorang tokoh Muhammadiyah menyelamatkannya. Setelah hari-hari yang mencekam itu, Slamet menerima kabar empat saudaranya tewas. “Ada yang ditembak dan ditebas kepalanya,” kata eks anggota Pemuda Rakyat sekaligus Lekra ini.

Pada tahun 1960an, Temenggungan yang berada persis di timur Pendopo Kabupaten Banyuwangi ini, dikenal sebagai basis PKI dan seniman Lekra. Muhammad Ikrom Hasan, yang ikut dalam penyerbuan ke Temenggungan saat itu, bercerita, sebelum diback-up ABRI, kelompok NU tak pernah berani masuk ke kampung tersebut. “PKI di sana cukup kuat,” kata pria 63 tahun ini.

Saat itu Ikrom sering membantu ayahnya, Hasan Jalaludin, yang menjadi penasihat ranting Partai NU Kecamatan Banyuwangi. Keluarga Ikrom bermukim di Temenggungan.

IKA NINGTYAS

SALIM KANCIL DISETRUM DAN DIBUNUH
Kasus Salim Kancil, Polisi Dituding Bermain
Salim Kancil & Tosan Ternyata Pernah Minta Perlindungan Polisi, Buktinya...

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Kilas Balik Peristiwa G30S: Kenapa Sumur itu Dinamakan Lubang Buaya?

36 hari lalu

Suasana sumur maut lubang buaya di Monumen Kesaktian Pancasila, Jakarta, Selasa, 29 September 2020. Tempat tersebut nantinya akan dijadikan lokasi upacara untuk peringatan Hari Kesaktian Pancasila sekaligus mengenang korban dalam peristiwa G30S/PKI khususnya tujuh pahlawan revolusi pada 1 Oktober mendatang. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Kilas Balik Peristiwa G30S: Kenapa Sumur itu Dinamakan Lubang Buaya?

Lubang Buaya identik dengan peristiwa G30S/PKI. Benarkah ada buaya di sumur tersebut?


Sejarah Singkat G30S, Kronologi, dan Tokoh yang Gugur

36 hari lalu

Suasana diorama peristiwa G30S/PKI di kawasan Monumen Kesaktian Pancasila, Jakarta, Selasa, 29 September 2020. Diorama tersebut dibuat untuk peringatan Hari Kesaktian Pnlancasila dan mengenang korban dalam peristiwa G30S/PKI khususnya tujuh pahlawan revolusi pada 1 Oktober mendatang. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Sejarah Singkat G30S, Kronologi, dan Tokoh yang Gugur

Ketahui sejarah singkat G30S, kronologi, serta perwira TNI yang gugur. Operasi ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung Syamsuri.


Serba-Serbi Film Pengkhianatan G30S/PKI, Sutradara Arifin C. Noer: Benar-benar Gila. Edan!

36 hari lalu

Sejumlah warga menonton film penumpasan pengkhianatan G30S/PKI di markas Kodim 1304 Gorontalo, Gorontalo (20/9). Pemutaran film itu bertujuan untuk memberikan informasi dan pembelajaran kepada masyarakat agar mengenal sejarah bangsa. ANTARA FOTO
Serba-Serbi Film Pengkhianatan G30S/PKI, Sutradara Arifin C. Noer: Benar-benar Gila. Edan!

Film Pengkhianatan G30S/PKI merupakan salah satu film fenomenal yang pernah di buat di negeri ini. Berikut serba-serbi pembuatan film ini.


MPR Cabut 3 TAP MPR Soal Sukarno, Soeharto, dan Gus Dur, Bagaimana Bunyinya?

39 hari lalu

Presiden Sukarno dan Soeharto
MPR Cabut 3 TAP MPR Soal Sukarno, Soeharto, dan Gus Dur, Bagaimana Bunyinya?

MPR cabut 3 TAP MPR terkait putusan perundang-undangan terhadap 3 mantan Presiden RI yaitu Ir Sukarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).


Mencoreng Nama Baik Sukarno, Begini Sejarah dan Isi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967

55 hari lalu

Soekarno Presiden pertama Indonesia di Jakarta, saat para fotografer meminta waktu untuk memfotonya Presiden Sukarno tersenyum, dengan mengenakan seragam dan topi, sepatu juga kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya. Sejarah mencatat sedikitnya Tujuh Kali Soekarno luput, Lolos, Dan terhindar dari kematian akibat ancaman fisik secara langsung, hal yang paling menggemparkan adalah ketika Soekarno melakukan sholat Idhul Adha bersama, tiba tiba seseorang mengeluarkan pistol untuk menembaknya dari jarak dekat, beruntung hal ini gagal. (Getty Images/Jack Garofalo)
Mencoreng Nama Baik Sukarno, Begini Sejarah dan Isi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967

TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Sukarno, mencoreng nama Bung Karno.


Bupati Banyuwangi Raih Penghargaan Pembangunan Daerah Terbaik Nasional

20 Mei 2024

Bupati Banyuwangi Raih Penghargaan Pembangunan Daerah Terbaik Nasional

Penghargaan diberikan atas capaian perencanaan, pelaksanaan, dan dampak yang dihasilkan dari berbagai program pembangunan.


Sukarno Pernah Melarang Manifesto Kebudayaan 60 Tahun Lalu, Apa itu Manikebu dan Lekra?

9 Mei 2024

Soekarno Presiden pertama Indonesia di Jakarta, saat para fotografer meminta waktu untuk memfotonya Presiden Sukarno tersenyum, dengan mengenakan seragam dan topi, sepatu juga kacamata hitam yang menjadi ciri khasnya. Sejarah mencatat sedikitnya Tujuh Kali Soekarno luput, Lolos, Dan terhindar dari kematian akibat ancaman fisik secara langsung, hal yang paling menggemparkan adalah ketika Soekarno melakukan sholat Idhul Adha bersama, tiba tiba seseorang mengeluarkan pistol untuk menembaknya dari jarak dekat, beruntung hal ini gagal. (Getty Images/Jack Garofalo)
Sukarno Pernah Melarang Manifesto Kebudayaan 60 Tahun Lalu, Apa itu Manikebu dan Lekra?

Presiden Sukarno pernah melarang Manifesto Kebudayaan pada 60 tahun lalu. Apa itu Manikebu dan Lekra yang mengemuka saat itu?


Digelar Tiga Hari, Festival Pecinan Banyuwangi Angkat Kuliner dan Kesenian Khas Tionghoa

23 Februari 2024

Pecinan Street Food menyuguhkan beragam atraksi seni hingga aneka kuliner khas Tionghoa selama tiga hari sejak Jumat, 23-25 Februari 2024 di di Tempat Ibadah Tri Dharma Hoo Tong Bio, Kecamatan Banyuwangi. (Diskominfo Kabupaten Banyuwangi)
Digelar Tiga Hari, Festival Pecinan Banyuwangi Angkat Kuliner dan Kesenian Khas Tionghoa

Festival Pecinan yang digelar tiga hari, 23-25 Februari 2024, menunjukkan bagaimana keguyuban dan keramahan semua etnis yang ada di Banyuwangi.


Kupas Tuntas Suku Osing, Penduduk Asli Banyuwangi

28 Desember 2023

Warga melintas di gapura Desa Adat Osing Kemiren, Banyuwangi, Jawa Timur. ANTARA/Budi Candra Setya
Kupas Tuntas Suku Osing, Penduduk Asli Banyuwangi

Dengan warisan tradisi, bahasa, seni, dan kepercayaan yang unik, Suku Osing di Banyuwangi membentuk identitas budaya yang kaya dan beragam.


Libur Nataru ke Mana? Deretan Rekomendasi 9 Wisata Pantai di Banyuwangi

27 Desember 2023

Pantai Grajagan, Banyuwangi. Banyuwangitourism.com
Libur Nataru ke Mana? Deretan Rekomendasi 9 Wisata Pantai di Banyuwangi

Destinasi pantai di Banyuwangi adalah surga yang tak boleh dilewatkan bagi pencinta alam dan petualangan. Simak daftar 9 destinasi wisata pantai itu.