TEMPO.CO, Surabaya - Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan Kepolisian Daerah Jawa Timur harus mengusut tuntas pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan satu petani penolak tambang di Kabupaten Lumajang. Soekarwo juga mengimbau agar masyarakat tidak melakukan kekerasan akibat pembunuhan tersebut.
"Kami minta kepada Kapolda untuk mengusut itu. Jangan sampai ada kekerasan. Jika ada masalah hukum, harus diselesaikan dengan hukum," ucap Soekarwo di Gedung Grahadi, Surabaya, Senin, 28 September 2015.
Dia menjelaskan, jika polisi telah menemukan pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut, harus ada penindakan sesuai dengan hukum yang berlaku. Soekarwo terus berkoordinasi dengan polisi terkait dengan kasus tersebut. "Yang jelas, ini masalah hukum," ujarnya.
Soekarwo juga berjanji akan melarang penambangan pasir yang merusak lingkungan dan dilakukan secara ilegal. Namun, jika memang penambangan tersebut telah mendapatkan izin, akan dilaksanakan pemantauan tentang proses penambangan tersebut.
Menurut Soekarwo, berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan penetapan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) yang semula ada di tangan bupati dan wali kota dialihkan ke pemerintah pusat dan provinsi. Namun, jika izin usaha pertambangan tersebut telah dibuat sebelum ada aturan tersebut, pencabutan izin tidak dapat dilakukan.
"Hal ini karena aturan tersebut tidak dapat berlaku mundur ketika ada perubahan. Jadi, sesuai dengan UU tersebut, jika ada perjanjian pertambangan setelah UU tersebut berlaku, kami akan laksanakan aturan sesuai dengan UU itu, dan Pemprov Jawa Timur yang akan menerbitkan izin usaha pertambangan dengan aturan yang diperketat," tutur Pakde Karwo--sapaan Soekarwo.
Dua warga Desa Selok Awar-awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, diduga menjadi korban penyerangan sekelompok orang pada Sabtu, 26 September 2015. Aksi kekerasan tersebut menimbulkan satu korban tewas dan satu orang kritis. Korban tewas adalah Salim, 52 tahun, warga Dusun Krajan II. Sedangkan yang kritis adalah Tosan, 51 tahun, warga Dusun Persil. Keduanya terlibat dalam aksi menolak penambangan pasir di Desa Selok Awar-awar.
Kedua korban ditemukan di tempat terpisah dengan jarak 3 kilometer. Keduanya mengalami luka akibat dihantam benda tumpul. Salim ditemukan tewas dalam posisi tengkurap dengan kepala menoleh ke kiri dan dua lengannya terikat. Bagian kepala korban terluka parah hingga darah keluar dari telinga, hidung, dan mulut.
Adapun Tosan ditemukan dalam kondisi terluka parah. Saat ini Tosan dirawat ICU Rumah Sakit Bhayangkara.
EDWIN FAJERIAL