TEMPO Interaktif, Jakarta - Masalah kemiskinan dan pengangguran hingga kini masih menjadi masalah di Indonesia. Meski begitu, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan masalah ini bisa diatasi dengan kerja keras seluruh masyarakat. "Kalau semua bekerja keras, saya yakin kita bisa keluar dari kemiskinan dan pengangguran ini," kata Kalla dalam orasi ilmiah pada wisuda mahasiswa Universitas Nasional di Jakarta Convention Center, Selasa, 11 Oktober 2011.
Menurut Kalla, jika diukur 20 tahun terakhir di atas kertas, pendapatan per kapita Indonesia memang selalu naik. Namun bila dibandingkan dengan negara seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura, pendapatan per kapita Indonesia masih jauh di bawah. Indonesia, kata Kalla, belum mampu menjadi negara besar di bidang ekonomi. "Tidak ada bangsa yang bermartabat tanpa adanya kemajuan ekonomi," ujar Kalla.
Kalla menyebutkan salah satu ciri tingginya kemiskinan adalah masih banyaknya pengangguran. Meski diakuinya tidak semua orang miskin menganggur, rata-rata orang yang menganggur adalah miskin. Karenanya, untuk mengurangi pengangguran, hal pertama yang dilakukan adalah menghilangkan kemiskinan.
Menurut Kalla, kemiskinan tidak hanya dilihat sebagai angka statistik semata. Kemiskinan harus dilihat sebagai masalah multidimensional, yang harus ditangani dengan program makro dan komprehensif. Saat ini, dia menilai pemerintah masih saja sibuk melihat seberapa besar ekonomi dapat tumbuh. Padahal, menurut dia, pertumbuhan ekonomi tidak dapat dijadikan indikator tunggal dalam menyatakan adanya perbaikan kesejahteraan rakyat. "Di sinilah diperlukan peran aktif seluruh komponen bangsa, baik negara lembaga keuangan, civil society, maupun akademisi," ujar Kalla.
Dalam mengurangi kemiskinan ini, Kalla meminta pemerintah lebih memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan kualitas maupun kuantitas pendidikan di Indonesia. Pemerintah, kata Kalla, harus mulai mengembangkan kebijakan ekonomi yang merakyat. Salah satunya dengan mendorong industri dan ekonomi kerakyatan yang meningkatkan nilai tambah dan tidak hanya fokus pada kuantitas. "Tapi ini semua memerlukan kerja keras semua komponen bangsa, tidak ada bangsa yang makmur tanpa kerja keras."
Selain itu, Kalla juga menyebutkan komponen lain dalam mengurangi kemiskinan dan pengangguran dalam peningkatan peran perguruan tinggi. Perguruan tinggi diminta mampu menghasilkan lulusan yang mampu memahami masyarakat dengan lebih baik. Lulusan perguruan tinggi juga harus mampu merasakan degup jantung rakyat dan mampu berempati pada masyarakat banyak. "Perguruan tinggi harus mampu melahirkan lulusan yang memiliki kemampuan untuk memberdayakan rakyat miskin."
Dalam menyusun kurikulum perguruan tinggi, Kalla menyarankan agar setiap perguruan tinggi memasukkan pembelajaran "experiential learning". "Jadi, salah satu kunci pengentasan kemiskinan dan pengangguran terletak pada peningkatan pendidikan."
IRA GUSLINA