Kabaintelkam yang saat ini aktif, Komisaris Jenderal Wahyono, habis masa jabatannya pada akhir April 2011 setelah memasuki masa pensiun 15 April 2011 lalu. Tapi, hingga hari ini Mabes Polri belum menentukan pengganti Wahyono.
Lambannya proses penggantian Kabaintelkam terkesan aneh karena selama ini Polri selalu mengklaim sudah profesional, dan proses pengkaderan ataupun karir sudah berdasar kompetensi. "Polri punya 210 perwira tinggi, sehingga tak ada alasan Polri kesulitan mencari figur Kabaintelkam baru," kata Neta.
Empat orang jenderal yang diprediksi berpeluang menjadi pengganti Wahyono adalah Inspektur Jenderal Hasyim Irianto (Akademi Polisi 1977), Didiek Triwidodo (1978), Pratiknyo (1977), dan Alex Bambang (1976).
Menurut Neta, siapa pun yang menggantikan Wahyono harus mampu mengungkap sejumlah kasus teror bom. Seperti teror bom molotov di Kantor Majalah Tempo Jalan Proklamasi 72 Jakarta Pusat, kasus bom buku, dan bom bunuh diri di Polresta Cirebon, Jawa Barat.
Bagi pengganti Wahyono, Neta berharap mampu membangun koordinasi dan konsolidasi di internal Polri, yakni antara bagian Intelkam dengan unit-unit kerja Polri lainnya. Selama ini, IPW menilai pola koordinasi Intelkam dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror masih buruk. "Intel sering tak dilibatkan dalam penanganan terorisme oleh Densus," kata Neta.
Tantangan bagian Intelkam ke depan dinilai IPW cukup berat. Selain harus menuntaskan penanganan kasus teror bom, Intelkam juga harus bisa mengawal dengan baik sejumlah pelaksanaan pemilihan kepala daerah, pemilihan umum, pemilihan presiden, serta kemungkinan adanya teror bom berikutnya.
ISMA SAVITRI