Dari enam bidang pada kategori yang dikompetisikan tersebut, dua karya tulis Bagja meraih penghargaan. Adapun bidang yang dinilai juri adalah Politik, Hukum, Seni dan budaya, Olah raga, Ekonomi-Bisnis, dan Sosial.
Usai meraih penghargaan, Kamis (3/12), Bagja kepada Tempo memaparkan bahwa masing-masing bidang karyanya menekankan soal ketidakwajaran serta kejanggalan sebuah peristiwa.
Baca Juga:
Untuk bidang Ekonomi-Bisnis, Bagja membuat karya tulis berjudul "Akal-akalan Biaya Administrasi PLN" yang mengungkap tentang proses pembayaran listrik secara online. "Soal pembayaran secara online ini ternyata tidak didiskusikan perusahaan (PLN) dengan pihak Dewan Perwakilan Rakyat. Bahkan publik pun tak mendapat info soal bayar listrik online ini," paparnya.
Keuntungan proses pembayaran listrik secara online tersebut pada akhirnya, dinikmati oleh perusahaan yang telah ditunjuk PLN. Selain itu, ungkap Bagja, PLN memiliki kepemilikan sebesar lima persen di sebuah yayasan pendidikan. "Ini tidak boleh terjadi, karena akan membuat konflik kepentingan."
Sedang untuk kategori Seni dan Budaya, Bagja mengangkat peristiwa pencurian arca di kratonan Surakarta, yang melibatkan adik mantan pensiunan perwira tinggi, Prabowo Subiyanto, Hasyim Djojohadikusumo.
Menurut Bagja, ada seorang Arkeolog dari Yogyakarta bernama Lambang Babar Purnomo, yang tewas saat kasus pencurian arca kuno tersebut terjadi. "Dia tiba-tiba saja tewas. Entah kenapa, polisi pun tak bisa mengungkapnya," papar Bagja.
Lambang ditengarai tewas secara tak wajar. Pasalnya, Lambang adalah seorang saksi ahli kasus pencurian benda bersejarah tersebut, yang kesaksiannya bakal mampu membongkar rentetan kasus pencurian benda bersejarah lainnya.
"Lambang memegang data-data penting untuk rentetan kasus pencurian benda bersejarah lainnya. Sayang, kematiannya tak terungkap polisi," pungkasnya. Namun dengan karya tulisnya itu, yang telah dilansir di Tempo, Bagja dengan yakin mengatakan bahwa Lambang meninggal karena dibunuh. "Polisi tak bisa ungkap itu, tapi Tempo mampu mengungkap bahwa Lambang dibunuh."
Penghargaan Adiwarta Sampoerna, ungkap Bagja, merupakan kali pertama yang ia raih. Sebelumnya, tiga penghargaan berturut-turut dari Aliansi Jurnalis Independen Jakarta berhasil diboyongnya. "Kalau dulu ada tiga dari AJI. Kalau yang Adiwarta Samporna baru sekali," katanya.
Selain Bagja Hidayat dari Tempo, penghargaan media cetak untuk kategori yang sama juga diraih Asrosi Karni dari Gatra. Pada penyelenggaraaan Anugerah Adiwarta Sampoerna 2009, panitia menerima 1.136 naskah.
ANGIOLA HARRY