TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah sejauh ini belum menanggapi hasil kinerja Pansus Angket KPK. Namun pemerintah berharap hasil kerja Pansus tidak berujung pada rekomendasi pelemahan KPK.
"Kalau rekomendasinya membubarkan KPK, pasti Presiden Joko Widodo tidak akan mau. Itu sudah bisa dipastikan. Sikap Presiden Joko Widodo tegas di situ. Inginnya memperkuat. Konkret," ujar Juru Bicara Istana Kepresidenan Johan Budi Sapto Pribowo di Istana Kepresidenan, Senin, 10 Juli 2017.
Baca:
Pansus Angket Kantongi Dugaan Kesalahan KPK, Ini Kata Febri KPK
Johan menuturkan pemerintah belum bisa memprediksi apakah Pansus Hak Angket akan berujung pada pelemahan KPK atau sebaliknya. Yang pasti, kata Johan, pemerintah tidak ikut campur untuk tahapan yang berjalan saat ini kecuali jika sudah ada rekomendasi.
Presiden Joko Widodo, kata Johan, bahkan tidak mempertimbangkan untuk melobi ketum parpol soal hak angket ke KPK. Sebabnya, Presiden Joko Widodo merasa pembentukan pansus dan hak angket adalah hak dari DPR, bukan parpol.
Simak:
Zulkifli Hasan: Pansus Hak Angket Harusnya Menguatkan KPK
"Bagaimana citra Presiden Joko Widodo nantinya, itu publik yang menilai. Tapi, publik harus diberi tahu bahwa posisi Presiden Joko Widodo tidak bisa masuk ke dalam (mengintervensi) DPR," ujar Johan.
Tahapan kerja Pansus Hak Angket KPK dinilai mulai melebar. Dari yang awalnya hanya bertujuan untuk meminta keterangan dari saksi kasus korupsi e-KTP, Miryam S Haryani, yang mengklaim telah ditekan penyidik KPK, Pansus melebar hingga memeinta keterangan para terpidana koruptor.
Lihat:
PUSaKO: Pansus Hak Angket KPK Salah Alamat Temui Napi Korupsi
Bahkan, pekan lalu, anggota Pansus Hak Angket KPK sampai berkunjung ke Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, untuk menemui para terpidana yang kasusnya ditangani KPK.
Mereka berdalih keterangan para terpidana korupsi bisa untuk menunjukkan apakah KPK melanggar hukum atau tidak dalam menjalankan proses penyidikan dan penyelidikan. Sikap Pansus tersebut justru dinilai melemahkan lembaga antirasuah.
ISTMAN MP