Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional, Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, berbicara dalam acara Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, 18 April 2016. Simposium ini diadakan guna menemukan penyelesaian masalah Tragedi 1965. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Agus Widjojo mengatakan rumusan hasil simposium tragedi 1965 sudah final. Namun dia enggan menyampaikan hasil yang didapat dari rekomendasi simposium 1965 pada April 2016, dan Simposium Anti-Partai Komunis Indonesia yang dilaksanakan pada Juni.
"Rumusan itu sudah disepakati. Sudah ada di Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, nanti akan disampaikan," kata Agus usai pertemuan internal di kantor Menkopolhukam Wiranto, Jakarta, Jumat, 5 Agustus 2016.
Agus yang menjadi ketua panitia pengarah Simposium Membedah Tragedi 1965 Pendekatan Kesejarahan di Hotel Arya Duta itu mengaku tak mengetahui jelas kapan substansi kegiatan itu akan diumumkan. "Nanti tergantung, dari sini kan sudah saya lepas di Menkopolhukam, lalu ke Presiden," kata Agus.
Namun, dia memastikan pembahasan terkait simposium tak akan selamanya ditutup pemerintah. "Sudah disepakati, dan sudah final."
Isu pelanggaran hak asasi manusia berat dalam peristiwa 1965 menjadi panas beberapa bulan lalu. Pro kontra di masyarakat timbul usai simposium yang diadakan pemerintah di Arya Duta. Pada awal Juni, sejumlah purnawirawan TNI yang tak puas pun menggagas simposium tandingan, dengan pendekatan berbeda.
Isu ini pun berujung pada tarik menarik aturan penertiban atribut berlambang palu arit, yang dianggap sebagai simbol kebangkitan Partai Komunis Indonesia gaya baru. Ada pula wacana penggalian makam korban 1965, yang data lokasinya sudah diberikan Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965 kepada pemerintah.
Wacana yang didukung Menkopolhukam kala itu, Luhut Binsar Pandjaitan, ditentang beberapa kalangan, bahkan oleh Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Baik data lokasi makam, maupun rekomendasi simposium diketahui masih dalam pengkajian tim khusus pelanggaran HAM Kemenkopolhukam, namun belum ada kejelasan hingga kini.