Kaleidoskop 2015: Gonjang-ganjing Drama Setya Novanto  

Reporter

Editor

Bobby Chandra

Senin, 28 Desember 2015 12:00 WIB

Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto (kanan) saat mengikuti Rapat Paripurna Ke-15 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, 18 Desember 2015. Setelah resmi mudur dari jabatanya, Setya Novanto ikuti rapat paripurna sebagai anggota DPR. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Setya Novanto terjungkal dari kursi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Ia memilih mengundurkan diri pada 16 Desember 2015 di tengah sidang putusan Mahkamah Dewan Kehormatan yang akan menentukan nasib jabatannya terkait pelanggaran etik dalam dugaan percaloan saham PT Freeport Indonesia. Dalam kasus ini, setya dituding mencatut nama Presiden Joko Widodo.

Sebenarnya, dalam sidang putusannya seluruh anggota Mahkamah sepakat Setya melakukan pelanggaran etik. Sedikitnya 9 anggota Mahkamah meminta Setya disanksi sedang, yaitu pemecatan Setya dari jabatan sebagai Ketua DPR. Enam anggota lain meminta Setya dipecat dari Ketua dan diberhentikan sebagai anggota Dewan.

Namun, sebelum Ketua Mahkamah Surahman Hidayat dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, menjatuhkan vonis, Setya lebih dulu memilih mundur. "Untuk menjaga harkat dan martabat, serta kehormatan lembaga DPR RI serta demi menciptakan ketenangan masyarakat, dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai Ketua DPR," kata Setya dalam petikan suratnya.

Kasus etik yang menjerat Setya bukan hanya skandal percaloan saham. Sebelumnya, Setya dan sejumlah pimpinan DPR seperti Fadli Zon menghadiri kampanye kandidat presiden Amerika Serikat dari Partai Republik Donald Trump pada 3 September 2015. Pertemuan itu tidak termasuk dalam agenda resmi mereka usai menghadiri Forum Ketua parlemen sedunia di New York.

Setelah bertemu Trump, Setya dan Fadli diajak mengikuti pengambilan sumpah kesetiaan Trump untuk Republik di Trump Tower. Trump, yang juga pemilik yayasan Miss Universe, itu tak lupa memperkenalkan Fadli dan Setya ke publik sebagai teman dekat. "Yes," Setya menjawab. Trump bertanya lagi: "Apakah orang di Indonesia menyukai saya?" Setya menjawab, "Ya, sangat. Terima kasih."

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menyayangkan sikap Setya dan delegasi DPR datang ke acara Trump. "Beliau datang ke sana diperkenalkan sebagai Ketua DPR. Itu seolah-olah ada intervensi ke negara lain terkait dengan politik dalam negerinya," kata dia saat dihubungi.

Kasus pertemuan dengan Trump bergulir ke sidang Mahkamah Kehormatan. Ketua Mahkamah, Surahman Hidayat, mengatakan forum MKD memutuskan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Setya dan Fadli Zon, terkait pertemuan dengan Trump sebagai bentuk pelanggaran ringan dengan sanksi berupa teguran. Setya boleh lolos dari kasus Trump, tapi ia tidak berdaya di skandal Freeport.

TIM TEMPO


Berita terkait

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

13 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

1 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

1 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

1 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo, Kilas Balik Luka Lama Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah dengan PKS

1 hari lalu

Tolak PKS Gabung Koalisi Prabowo, Kilas Balik Luka Lama Waketum Partai Gelora Fahri Hamzah dengan PKS

Kabar PKS gabung koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran membuat Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah keluarkan pernyataan pedas.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

2 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

3 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

3 hari lalu

Peneliti BRIN Bilang Oposisi Tetap Dibutuhkan di Pemerintahan Prabowo-Gibran, Ini Alasannya

PKS belum membuat keputusan resmi akan bergabung dengan pemerintahan Prabowo atau menjadi oposisi.

Baca Selengkapnya

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

6 hari lalu

BMTH Harus Beri Manfaat Besar Bagi Masyarakat Bali

Proyek Bali Maritime Tourism Hub (BMTH) yang sedang dibangun di Pelabuhan Benoa, Bali, harus memberi manfaat yang besar bagi masyarakat Bali.

Baca Selengkapnya

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

6 hari lalu

MK Gelar Sidang Perdana Sengketa Pileg pada Senin 29 April 2024, Ini Tahapannya

Bawaslu minta jajarannya menyiapkan alat bukti dan kematangan mental menghadapi sidang sengketa Pileg di MK.

Baca Selengkapnya