Pidato Soekarno tentang Malaysia di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, 28 Juli 1963. Dok. Perpusnas RI
TEMPO.CO, Yogyakarta - Presiden Sukarno, yang biasa juga dieja dengan nama Soekarno, ternyata pernah memberikan instruksi khusus agar seniman yang mendukungnya tidak dihabisi setelah pecah peristiwa G30S tahun 1965. Soekarno menyampaikan permintaan ini ketika menghadiri acara di Akademi Militer Nasional (AMN) atau sekarang Akademi Militer (Akmil) di Magelang, Jawa Tengah pada tahun 1966.
Ihwal permintaan Soekarno ini pernah diceritakan oleh Komandan Corps Polisi Militer atau CPM Daerah Istimewa Yogyakarta Moes Soebagjo kepada seniman Djoko Pekik. Moes Soebagjo meninggal di Yogyakarta pada tahun 2010 lalu. Djoko Pekik bertemu dengan Moes Soebagjo ketika menjadi tahanan politik di Benteng Vredeburg Yogyakarta.
Djoko Pekik menjadi tahanan politik pada 8 November 1965-1972. Waktu itu markas CPM Yogyakarta berada di dekat Kali Code, sekarang di Barat Hotel Santika. “Meski saya tahanan, Pak Moes baik kepada saya, sehingga menjadi teman. Hampir setiap hari bertemu. Saya kerap diundang ke rumahnya,” kata Djoko Pekik kepada Tempo ketika ditemui di rumahnya, pada akhir September 2015 lalu. (Lihat videoDisebut Berbahaya, Inilah Fakta Lagu Genjer-Genjer,Ini Dia Fakta Penyiksaan Jenderal Saat G30S)
Menurut Djoko Pekik, pada suatu hari Soekarno yang sedang berada di Magelang memanggil Moes Soebagjo yang ada di Yogyakarta. Soekarno menitip pesan kepada Moes Soebagjo agar seniman istana tidak dibunuh. Kalau pun tetap ditahan, Soekarno berpesan kepada Moes Soebagjo agar para tahanan tetap ditahan di Yogyakarta.
Soekarno mengatakan, mencetak seniman lebih sulit dibandingkan menghasilkan insinyur. Kepada Moes Soebagjo, Soekarno mengatakan untuk menghasilkan seniman setidaknya butuh 75 hingga 100 tahun. Sedangkan untuk mencetak insinyur, hanya perlu empat tahun saja.