Muhammad Herviano Widyatama (anak Budi Gunawan). Youtube
Stefanus belum berhasil dikonfirmasi terkait dana Herviano ke PT Mitra Abadi. Panggilan dan pesan pendek yang dilayangkan ke telepon selulernya tak berbalas. Ia pun sulit ditemui di kantornya di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat. "Beliau (Stefanus) jarang ke kantor. Sebulan sekali belum tentu," ujar Ari, pegawai di PT Central Mega Kencana, induk usaha Frank & Co, Kamis, 5 Februari 2015.
KPK sudah mencurigai adanya transaksi tak wajar selama 2006 itu. Transaksi tersebut, menurut KPK, tidak sesuai dengan profil Budi sebagai anggota Polri. Kepemilikan rekening janggal inilah yang menjadi salah satu tudingan KPK kepada Budi sehingga ia ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa, 13 Januari 2015. Penetapan ini hanya sehari sebelum Budi mengikuti uji kelayakan sebagai calon tunggal Kepala Polri di DPR.
Komisaris Jenderal Budi Gunawan berkali-kali menyangkal ada kejanggalan dalam transaksi di rekeningnya selama 2006 itu. Kepala Lembaga Pendidikan Akademi Polri itu berkukuh transaksi jumbo itu titipan Herviano. Dana Rp 57 miliar yang diperoleh Herviano dari Pacific Blue rencananya dipakai Herviano untuk mengembangkan bisnis perhotelan dan pertambangan timah.
Kepada Tempo, Rabu, 4 Februari 2015, Komisaris Jenderal Purnawirawan Ito Sumardi menjelaskan, lantaran masih 19 tahun dan menjadi direksi, maka Herviano dikawal oleh Budi. Saat penyelidikan rekening milik Budi, Ito adalah Kepala Bareskrim. "Dia (Herviano) belum sempurna menjadi pebisnis, belum matang. Semua transaksi saat itu dibantu oleh BG (Budi Gunawan)," kata Ito, yang kini duta besar di Myanmar.
Tempo berupaya menyusuri jejak bisnis timah milik perusahaan Herviano di Pangkalpinang. Dari penelusuran itu diketahui PT Sumber Jaya Indah terdaftar di sebuah kantor notaris di Pangkalpinang sebagai perusahaan pertambangan dengan modal awal Rp 1,5 miliar. Perusahaan tersebut beralamat di Jalan TPI Ketapang, Pangkalbalam, Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung.