Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo memasang lencana jabatan Walokota Solo kepada FX Hadi Rudyatmo di Ruang Sidang Paripurna, Gedung DPRD Surakarta, Jateng, Jumat (19/10). ANTARA/Andika Betha
TEMPO.CO, Surakarta - Pemerintah Kota Surakarta tetap menyiapkan anggaran untuk pemilihan kepada daerah langsung untuk tahun 2015. Penyiapan anggaran itu dilakukan untuk mengantisipasi jika Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi.
Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo mengatakan bahwa saat ini banyak elemen yang menolak keberadaan undang-undang yang belum lama ini disetujui Dewan Perwakilan Rakyat. "Mereka yang menolak telah bersiap mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi," katanya, Senin, 29 September 2014. (Baca: Demokrat Siapkan Gugatan UU Pilkada ke MK)
Hal itu membuat Pemerintah Kota Surakarta harus bersiap dengan tetap menganggarkan pemilihan langsung untuk pilkada 2015. Bisa saja terjadi MK mengabulkan permohonan untuk menganulir undang-undang tersebut.
Selain itu, pelaksanaan Undang-Undang tentang Pilkada tidak bisa diterapkan dalam waktu singkat. "Mestinya harus disinkronkan terlebih dahulu dengan undang-undang yang lain, misalnya tentang kewenangan lembaga legislatif," katanya. Kelahiran undang-undang baru juga selalu memerlukan peraturan pemerintah sebagai pedoman pelaksanaannya.
Untuk pilkada yang akan berlangsung tahun depan, Surakarta bakal menyiapkan anggaran sebesar Rp 16,4 miliar untuk pemilihan dua putaran. Rinciannya, putaran pertama membutuhkan anggaran Rp 9,6 miliar dan putaran kedua senilai Rp 6,8 miliar.
Rudyatmo merasa yakin penyiapan anggaran tersebut tidak akan dipermasalahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. "Penyiapan anggaran ini berdasarkan kepentingan masyarakat banyak," katanya. Apalagi koalisi di kubu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di DPRD Surakarta jauh lebih besar dibandingkan Koalisi Merah Putih.
Salah satu legislator dari Partai Amanat Nasional, Umar Hasyim, juga berjanji bahwa Koalisi Merah Putih tidak akan mempersoalkan penyiapan anggaran untuk pemilihan langsung tersebut. "Kami memahami bahwa semua pihak memang masih menunggu hasil akhir di MK," katanya.
Selain itu, anggaran senilai Rp 16,4 miliar itu tidak terlalu membebani keuangan daerah. "Jika ternyata tidak terpakai, uang itu nantinya masuk dalam sisa lebih penggunaan anggaran," katanya.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menilai, ada persoalan yang akan terjadi seusai DPR mengesahkan UU Pilkada.