Pakar Tata Negara Usulkan Kompilasi UU Pemilu
Editor
Clara Maria Tjandra Dewi H.
Minggu, 1 Juni 2014 06:45 WIB
TEMPO.CO, Padang - Pakar tata negara dari Universitas Andalas, Saldi Isra, mengatakan aturan penyelenggaraan pemilu serentak harus secepatnya dibahas dan disahkah. Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilihan umum anggota legislatif dan pemilihan presiden harus serentak pada 2019.
"Agar persiapannya matang sebelum tahun 2019," ujarnya di sela Konferensi Nasional Hukum Tata Negara dan Anugerah Konstitusi Mohammad Yamin di Sawahlunto, Sabtu, 31 Mei 2014.
Menurut dia, pilkada juga harus dilakukan serentak, sehingga bisa dilakukan kompilasi Undang-Undang Pemilu. Kompilasi ini akan mencakup aturan tentang pemilu legislatif, pemilihan presiden, pilkada, dan penyelenggaraan pemilu. "Sehingga terbentuk kitab Undang-Undang Pemilu," ujarnya.
Saldi berharap DPR dan pemerintah mulai membahas kompilasi UU Pemilu ini sejak awal 2015. "Paling lama akhir 2015 sudah selesai," ujarnya.
Pelaksanaan pemilu serentak menjadi solusi untuk pemecahan masalah mahalnya biaya pelaksanaan pilkada. Menurut Saldi, jika pilkada dikembalikan ke DPRD, itu menjadi hal yang keliru. "Masalahnya yang harus diselesaikan, di antaranya dengan mengubah sistem," ujarnya.
Guru besar tata negara Unand ini mengatakan Sumatera Barat pernah mencoba pilkada serentak. Hak ini menghemat 50 persen biaya. "Kritik anggaran yang besar bisa terjawab dengan pemilu serentak," katanya.
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, mengatakan keputusan MK tidak menyinggung masalah pilkada serentak. Padahal, seperti halnya pemilu presiden dan legislatif, pilkada serentak sangat penting.
Sebab, pilkada serentak tak hanya mengurangi fragmentasi politik dalam masyarakat dan mendorong pemilih bersikap rasional. Namun untuk mengefektifkan kontrol pemilih terhadap partai politik dan menyeimbangkan beban pekerjaan penyelenggaran pemilu. (Baca: Pilkada Serentak Mulai 2020)
Selain mengurangi biaya penyelenggaraan dan biaya politik, pilkada serentak juga dapat mengurangi kesibukan partai politik dalam menangani konflik internal dan mengiring partai politik menjalin hubungan dengan konstituen. "Ini bisa memperbanyak kesempatan kader-kader partai politik berkompetesi, membentuk pemerintahan yang solid dan efektif, membangun oposisi yang konstruktif, serta menciptakan agenda politik lima tahunan yang jelas," ujarnya.
<!--more-->
Menurut Siti, pilkada serentak juga dapat mengurangi jumlah calon secara signifikan dan mempermudah pemilih untuk menjatuhkan pilihan. "Partai politik juga lebih mudah menyiapkan calon-calon yang akan diajukan dalam pemilu," tuturnya dalam Seminar Penyelenggaraan Pemilihan Umum Serentak yang diselenggarakan Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Unand.
Pilkada serentak akan meningkatkan daya kritis pemilih terhadap partai politik. Jadi, partai tedorong untuk meningkatkan kinerjanya, agar tak dihukum pemilih melalui pemilu.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Jimly Asshiddiqie mengatakan pemilu serentak bisa menjadi momentum untuk melakukan konsolidasi kebijakan dan sistem pemilu ke depan. Dengan demikian, sistem demokrasi semakin sehat dan kredibel.
Menurut guru besar ilmu hukum tata negara Universitas Indonesia, pemilu serentak bisa berupa pemilihan presiden, gubernur, bupati/wali kota, serta anggota DPR, DPD, dan DPRD. "Pilihan kedua yaitu pemilihan bertingkat," ujarnya saat pembukaan Konferensi Nasional Hukum Tata Negara dan Anugerah Mohammad Yamin, Kamis lalu. (Baca: Pilkada Serentak, Sengketa Akan Diselesaikan MA)
<!--more-->
Jimly mengatakan, pada tingkat pertama pemilu bertingkat, dilakukan pemilu presiden serta anggota DPR dan DPD. Tingkat kedua, pemilihan gubernur dan anggota DPRD provinsi. Sedangkan tingkat ketiga, pemilihan bupati/wali kota dan DPRD kabupaten/kota.
Mantan anggota MPR RI, Slamet Effendy, mengatakan pemilu serentak bisa mendorong terbentuknya penyerdehanaan partai politik secara alamiah dan bertahap. Jadi, pada pemilu 2019 nanti, peserta pemilu lebih sedikit. Begitu juga dengan DPR dan DPRD yang diisi partai politki dalan jumlah kecil.
Menurut Slamet, putusan MK harus ditindaklanjuti dengan merevisi UU Pemilu atau pembentukan UU baru, seperti UU tentang partai politik, penyelenggaran pemilu, pilpres, dan pemilu legislatif.
"Apabila terjadi perbahan konstitusi, perlu dimasukkan rumusan serentak ke dalam pasal atau ayat dalam bab pemiliham umum UUD 1945, agar terjamin konstitusional yang lebih kuat," tuturnya.
Selain itu, kapasitas lembaga penyelenggara pemilu harus ditingkatkan. Secara sistem, yang harus ditingkatkan adalah organisasi dan kepemipinannya, agar mampu mengemban tugas secara optimal.
ANDRI EL FARUQI
Terpopuler:
Bocah Disetrum Saat Warga Katolik Sleman Diserang
Gunung Meletus, 133 Warga Terjebak di Sangeang Pulo
Pangdam Tanjungpura Minta 10 Tank untuk Perbatasan
Massa Berjubah Kembali Datangi Rumah Julius