TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK Jimly Asshiddiqie menegaskan informasi sebagaimana telah beredar di masyarakat yang memberitakan Anwar Usman kembali menjabat sebagai Ketua MK (Mahkamah Konstitusi) adalah hoaks.
"Karena belum ada putusan dari pengadilan," katanya saat dikonfirmasi ketika menghadiri Forum Hukum yang diselenggarakan Kementerian Kelautan dan Perikanan di Surabaya, Jawa Timur, dikutip dari ANTARA, Selasa, 20 Februari 2024.
Jimly memastikan belum ada putusan tetap atau inkrah dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang membatalkan putusan-nya. Ia meluruskan yang telah diputus inkrah oleh PTUN Jakarta terkait permohonan Anwar Usman untuk membatalkan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang baru adalah penolakan terhadap Prof. Denny Indrayana dan kawan-kawan sebagai pemohon intervensi pihak ketiga dalam perkara tersebut.
"Sedangkan pokok perkaranya masih dalam putusan sela.Putusan sela belumlah final. Putusan sela itu masih dalam proses pemeriksaan. Lalu muncul permohonan dari Prof Denny supaya bisa ikut intervensi sebagai pihak ketiga dari luar. Nah itu ditolak oleh pengadilan. Cuma itu putusan-nya. Jadi tidak ada bahwa nanti Anwar Usman kembali jadi Ketua MK. Tidak ada itu. Pengadilan belum menjatuhkan putusan," paparnya.
Kilas balik pasal nepotisme yang menjerat Anawar Usman
Diketahui Jimly merupakan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menetapkan pelanggaran etik terhadap Hakim Konstitusi Anwar Usman sehingga harus dicopot dari jabatannya sebagai ketua MK.
MKMK menyatakan Anwar Usman melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim. Atas pelanggaran berat itu, MKMK memberikan sanksi pemberhentian dari Ketua MK.
"(Anwar Usman) terbukti melakukan pelanggaran berat prinsip ketidakberpihakan, integritas, kecakapan dan kesetaraan, independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan," kata Jimly.
MKMK memutuskan putusan ini setelah menerima 15 laporan yang ditujukan kepada Anwar Usman. Adapun 15 laporan itu diantaranya dari Persatuan Advokat Demokrasi Indonesia (PADI) dan Tim Advokasi Peduli Pemilu. Lantas pasal apa saja yang memunkinkan Anwar Usman dituntut pasal pidana nepotisme?
UUD 1945 Ayat 1 mengandung prinsip-prinsip dasar negara Indonesia, yang antara lain menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan kedaulatan rakyat, persatuan, kerakyatan, keadilan sosial, dan ketuhanan yang maha esa.
UUD 1945 Ayat 3 mengatur tentang pembagian kekuasaan negara antara lembaga-lembaga seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
TAP MPR No. 11 MPR 1998 menekankan pentingnya penyelenggaraan negara yang bebas dari tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sebagai upaya untuk membangun negara yang bersih dan berkeadilan.
TAP MPR No. 8 Tahun 2001 memberikan rekomendasi dan arah kebijakan dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme di Indonesia. Rekomendasi ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan tindakan hukum terhadap pelaku KKN.
UU no 28 tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Salah satu hal yang penting dalam undang-undang ini adalah pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab untuk memerangi korupsi.
UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Undang-undang ini mengatur berbagai aspek, termasuk definisi tindak pidana korupsi, tindakan yang melanggar hukum, sanksi, dan proses hukum yang terkait dengan penuntutan pelaku korupsi.
UU no 18 tahun 2003 tentang advokat. Undang-undang ini mengatur profesi advokat di Indonesia yang mencakup berbagai aspek terkait dengan praktik hukum, etika, hak dan kewajiban advokat, serta pembentukan organisasi profesi advokat. Undang-undang ini bertujuan untuk melindungi kepentingan hukum masyarakat dan memastikan praktik hukum yang etis.
KAKAK INDRA PURNAMA (MAGANG PLUS) | ANANDA BINTANG l BAGUS PRIBADI | YUNI RAHMAWATI | HAN REVANDA | IHSAN RELIUBUN
Pilihan editor: Nasib Gelar Guru Besar Kehormatan Anwar Usman dari Unissula Terancam Dicabut