Syafii Maarif Menolak Kembali Memimpin Muhammadiyah
Reporter
Editor
Rabu, 1 Desember 2004 22:58 WIB
TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, Ahmad Syafii Ma'arif menolak memimpin kembali Muhammadiyah untuk periode berikutnya. Menurut Syafii, Muktamar Muhammadiyah ke-45 di Malang pada tahun 2005, merupakan akhir kepemimpinannya di Muhammadiyah. ?Tahun depan usia saya 70 tahun. Masa usia 70 tahun masih memimpin Muhammadiyah,? katanya.Syafii yang menjadi guru besar sejarah Universitas Negeri Yogyakarta ini berharap kader muda Muhammadiyah yang akan memimpin. Ia mengaku sudah ada beberapa kader Muhammadiyah yang siap menggantikannya. Pernyataan Syafii ini disampaikan dalam jumpa pers di kantor PP Muhammadiyah, Yogyakarta, Rabu (1/12). Jumpa pers itu dilakukan berkaitan dengan pertemuan Tanwir Muhammadiyah di Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada 2-5 Desember. Ia berharap MuktamarMuhammadiyah yang akan berlangsung pada Juli tahun depan di Malang, JawaTimur, akan lebih mulus, termasuk soal pemilihan pengurus PP Muhammadiyah.?Saya harap tak akan terjadi pertentangan sebagaimana yang terjadi di NU,? ujarnya. Tanwir merupakan pertemuan tertinggi dalam organisasi Muhammadiyah di bawahmuktamar. Pertemuan itu akan menyusun materi penting yang akan menjadi agenda muktamar, termasuk perubahan anggaran dasar berupa struktur organisasi. Menurut Syafii, nanti akan ditawarkan kepada peserta muktamar pergantian jabatan ketua yang selama ini disebut Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah, menjadi Ketua Umum dan Sekretaris Umum. ?Jabatan ketua pada struktur yang ada sekarang kurang kuat,? katanya.Dalam sidang Tanwir ini pula akan dibahas tentang revitalisasi peran kebangsaan yang dapat dimainkan Muhammadiyah. Menurut Syafii, Muhammadiyah akan mengambil posisi dan fungsi yang lebih berarti mengembangkan keseimbangan baru antara peran negara terhadap publik. Peran itu berupa peningkatan kepedulian, pelayanan, advokasi, dan pembebasan terhadap masalah sosial.Dalam hal peran politik, kata Syafii, Muhammadiyah masih setia pada Khittah Muhammadiyah Makassar pada 1971 dan Khittah Denpasar pada 2002 yang menjagajarak dengan politik praktis dan tak akan menjadi partai politik sebagaimana yang diusulkan Pemuda Muhammadiyah. ?Adapun dukungan Muhammadiyah kepadaAmin Rais pada pemilihan presiden yang lalu itu merupakan kasus khusus,?kilahnya.Raihul Fadjri?Tempo