Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar daerah pemilihan Kalimantan Tengah, Chairun Nisa Radhi. Foto: facebook.com/chairunnisaradhi
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pemenangan Golkar Kalimantan Ahmadi Noor Supit tak percaya Chairun Nisa menjadi perantara kasus suap Akil Mochtar karena motif finansial. Ketika namanya terseret dalam kasus Al-Quran, Chairun Nisa sempat menangis karena merasa dimanfaatkan.
"Dia ketakutan betul ketika disebut namanya dalam kasus Al-Quran," kata Noor Supit saat dihubungi, Jumat, 4 Oktober 2013. Noor Supit bercerita ketika kasus Al-Quran mencuat, Chairun Nisa langsung curhat ihwal kasus ini padanya. Ketika itu dia merasa dimanfaatkan oleh koleganya di Komisi Agama DPR. (Baca: Profil Chairun Nisa yang Ditangkap Bersama Akil)
Kasus korupsi Al-Quran melibatkan politikus Golkar di Komisi Agama Zulkarnaen Djabar. Ketika kasus korupsi ini terjadi, Chairun Nisa masih menjadi Wakil Ketua Komisi Agama. Dia beberapa kali diminta menjadi saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus ini. Zulkarnaen akhirnya divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Ketika kasus ini mencuat, Chairun Nisa sempat bercerita sambil menangis ke Supit. Dia sangat ketakutan sehingga minta dipindahkan dari Komisi Agama. Atas permintaan ini, politikus dari Kalimantan Tengah ini dipindahkan ke Komisi Pemerintahan Dewan. Menurut Noor Supit, Chairun Nisa bukanlah tipikal anggota Dewan yang kerap memainkan anggaran. "Dia minta pindah karena pengin menenangkan diri," kata Supit.
Chairun Nisa ditangkap bersama Ketua MK Akil Mochtar di rumah dinas Akil Jalan Widya Chandra, Jakarta. Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap. Selain dua politikus ini, KPK juga menetapkan Bupati Gunung Mas Himbit Bintih sebagai tersangka.