TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi sempat mengendus adanya paket suap dari Gubernur Riau Rusli Zainal untuk Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono. Keduanya sama-sama kader Partai Golongan Rakyat. Duit suap itu diduga terkait dengan penambahan dana Pekan Olahraga Nasional XVIII yang akan digelar di Riau.
Menurut sumber Tempo, saat anggota DPRD Riau, Faisal Aswan, tertangkap tangan menerima suap pada 3 April lalu, penyidik KPK mendapat informasi bahwa Rusli dan Lukman sedang berada di Jakarta membawa uang sekitar Rp 1 miliar. Sempat ada kabar uang itu akan diantarkan ke kediaman Agung. “Namun operasi tangkap tangan gagal karena jejak mereka sempat hilang,” katanya.
Total uang suap mencapai Rp 9 miliar. Semuanya dihimpun dari tiga perusahaan konstruksi pelat merah—PT Adhi Karya, PT Pembangunan Perumahan, dan PT Wijaya Karya, yang menjadi kontraktor proyek PON. Sebelumnya, tiga perusahaan itu diminta menyetorkan uang Rp 1,8 miliar untuk dibagikan kepada sejumlah anggota DPRD Riau yang menyetujui revisi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pengikatan Dana Anggaran Kegiatan Tahun Jamak untuk Pembangunan Venues pada Kegiatan PON XVIII Provinsi Riau.
Agung mengaku pernah memfasilitasi permintaan Rusli Zainal, yang mengeluhkan surat permintaan penambahan anggaran tidak digubris kementerian terkait. “PON ini program nasional, jadi wajar saya turun tangan membantu,” katanya. “Tidak ada kaitan saya satu partai dengan Rusli.”
Tapi Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini membantah pernah menerima uang dari Lukman dan Rusli. Dia menegaskan tidak pernah bertemu dengan dua orang itu di hotel ataupun di kediamannya untuk membahas PON. “Saya pastikan tidak pernah bertemu dengan mereka selain di kantor,” katanya.
Baca selengkapnya di majalah Tempo.
Setri Yasra | Anggrita Desyani (Jakarta) | Riyan Nofitra (Pekanbaru)
Berita Terkait:
7 Anggota Dewan Riau Tersangka Baru Kasus PON
Menteri Andi: Gubernur Riau Minta Dana PON Ditambah
Tersangka PON Riau Jadi 13 Orang
Kemendagri Bantah Bantu Korupsi Dana PON
Menteri Andi: Gubernur Riau Minta Dana PON Ditambah
Kasus PON Riau, KPK Periksa Wakil Ketua DPRD
Suap PON, Guyuran Rp 9 Miliar ke DPR
Kasus PON Riau, KPK Periksa Wakil Ketua DPRD
Agung Laksono Bantah Ada Bagi-bagi Uang PON
Presiden SBY Dilapori Sengkarut PON
Menteri Andi Ikut Bahas PON Bersama Agung Laksono
Berita terkait
Eks Gubernur Riau Rusli Zainal Bebas dari Lapas Pekanbaru setelah 10 Tahun Penjara, Masih Wajib Lapor
22 Juli 2022
Eks Gubernur Riau, Rusli Zainal telah menyelesaikan masa hukuman tahanannya di Lapas Kelas II A Pekanbaru, Kamis, 21 Juli 2022. Masih ingat kasusnya?
Baca SelengkapnyaKPK Tetap Dalami Keterkaitan Kahar Muzakir di Sejumlah Kasus
31 Januari 2018
KPK tetap mendalami sejumlah fakta dan dugaan keterlibatan Kahar Muzakir di sejumlah kasus.
Baca SelengkapnyaKPK Izinkan Riau Lanjutkan Pembangunan Stadion Utama
13 April 2016
"Masalah yang lalu biarlah berlalu, mari kita menata kembali
untuk membangun peradaban baru dan kebersamaan di Riau," kata
Saut.
KPK Periksa Pejabat Riau Terkait Korupsi APBD
25 Maret 2015
Diperiksa sebagai saksi atas tersangka Annas Maamun dan Ahmad Kirjuhari.
Baca SelengkapnyaAlex Noerdin Mangkir dari Pemeriksaan KPK
24 Maret 2015
Alex Noerdin hendak diperiksa dalam kasus Wisma Atlet.
Baca SelengkapnyaSidang, Bekas Gubernur Riau Dimarahi Hakim
4 Maret 2015
Ketua majelis hakim meminta Annas Maamun menjaga etika.
Baca SelengkapnyaGulat Manurung, Penyuap Gubernur Riau Divonis Sore Ini
23 Februari 2015
Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Kresno Anto Wibowo, menuntut Gulat dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 6 bulan penjara.
Baca SelengkapnyaBerbohong, Ajudan Gubernur Riau Divonis 7 Tahun Bui
7 Juli 2014
Said Faisal terbukti memberikan keterangan palsu dalam persidangan kasus korupsi PON dengan terdakwa Rusli Zainal.
Rusli Zainal Divonis 14 Tahun Penjara
12 Maret 2014
Putusan hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut yang meminta Rusli Zainal dihukum 17 tahun penjara.
KPK Tahan Ajudan Gubernur Riau
21 Februari 2014
Beri kesaksian palsu, Said Faisal terancam hukuman maksimal penjara 12 tahun dan denda Rp 600 juta.