TEMPO.CO, Jakarta -Indonesia Corruption Watch menduga adanya keterlibatan para pimpinan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dalam kasus suap dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah yang menyeret politisi Partai Amanat Nasional, Wa Ode Nurhayati, sebagai tersangka. Hal ini didasarkan pada hasil analisa ICW terhadap beberapa data yang dimiliki organisasi antikorupsi itu.
Peneliti Divisi Korupsi Politik ICW, Apung Widadi, mengatakan keterlibatan para pimpinan Banggar diduga terjadi ketika para pimpinan Banggar itu membuat keputusan akhir yang menetapkan daerah penerima dana percepatan pembangunan itu.
Keputusan akhir itu menetapkan jumlah daerah penerima dana yang lebih sedikit dari daerah pada awalnya. Sementara dana untuk proyek percepatan pembangunan itu tidak mengalami perubahan, meski daerahnya semakin sedikit. "Ada rapat tertutup di antara pimpinan Banggar, sehingga anggota Banggar tidak tahu (kenapa daerah penerimanya lebih sedikit)," kata Apung, saat dihubungi Tempo, Ahad, 29 Januari 2012.
Apung menduga para pimpinan Banggar mendapat 'jatah' dari upaya yang telah mereka lakukan dalam menentukan daerah penerima dana percepatan pembangunan, terutama dengan tidak meratanya daerah penerima dana, yakni didominasi oleh daerah di wilayah Indonesia Timur. "Saya pikir ada kepentingan politik di sana," ujar dia.
Menurut dia, memang belum ada bukti yang menguatkan dugaan adanya 'jatah' bagi para pimpinan Banggar dalam pengaturan dana percepatan pembangunan itu. Tapi, pemilihan daerah penerima dana yang berkorelasi secara konstituen dengan para pimpinan Banggar dan pimpinan DPR jelas menguatkan dugaan itu. "Pasti ada feedback-nya lah," ucap Apung.
Selain para pimpinan Banggar, kata Apung, salah satu pimpinan DPR juga diduga terlibat dalam kasus suap dana percepatan pembangunan itu. Peran salah satu pimpinan DPR ini terkait dengan proses penentuan daerah penerima dana percepatan pembangunan, di mana Banggar akhirnya memangkas jumlah daerah penerima dana itu.
Menurut Apung, dugaan keterlibatan salah satu pimpinan DPR terlihat ketika Menteri Keuangan mengajukan surat untuk meminta Banggar melakukan klarifikasi atas sedikitnya daerah yang menerima dana percepatan pembangunan.
Kemudian, surat yang ditujukan kepada Banggar itu ternyata dibalas oleh salah satu pimpinan DPR itu yang menyatakan keputusan penentuan daerah penerima dana percepatan pembangunan itu ada di Banggar dan tidak dapat diganggu-gugat. "Jadi, dia (salah satu pimpinan DPR itu) membenarkan tindakan Banggar," ujar Apung.
PRIHANDOKO
Berita terkait
Proses Tertutup, DPD Sebut Suburkan Mafia Anggaran
Kata Wa Ode, Anggota Banggar Bancakan Proyek PPID
Wa Ode Janji Beberkan Peran Petinggi Banggar
Wa Ode Diminta Ungkap Keterlibatan Elit Banggar
Wa Ode Disuap Kader Golkar Rp 6 Miliar
Berita terkait
Kasus Mafia Anggaran, KPK Panggil Lagi Anggota DPR Agung Rai
2 Oktober 2019
Anggota Fraksi PDIP DPR itu akan diperiksa sebagai saksi untuk politikus PAN, Sukiman, yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca SelengkapnyaKPK Telusuri Peran Romahurmuziy dalam Kasus Mafia Anggaran
21 Juni 2019
Romahurmuziy pernah diperiksa dalam kasus ini pada Agustus 2018. Dia mengaku tidak tahu urusan tersebut.
Baca SelengkapnyaKasus Mafia Anggaran, Amin Santono Divonis 8 Tahun Penjara
4 Februari 2019
Anggota Komisi Keuangan DPR Amin Santono divonis 8 tahun penjara dalam perkara suap dana perimbangan daerah.
Baca SelengkapnyaPerantara Suap Amin Santono Divonis 4 Tahun Penjara
4 Februari 2019
Konsultan, Eka Kamaluddin yang didakwa menjadi perantara suap untuk Anggota Komisi Keuangan DPR Amin Santono divonis 4 tahun penjara.
Baca SelengkapnyaAmin Santono Khawatir Meninggal di Penjara Jika Dihukum 10 Tahun
28 Januari 2019
Sebelumnya, jaksa KPK menuntut mantan anggota Fraksi Demokrat DPR Amin Santono 10 tahun penjara.
Baca SelengkapnyaAmin Santono Dituntut 10 Tahun Penjara dalam Kasus Mafia Anggaran
22 Januari 2019
Jaksa juga meminta hakim menjatuhkan hukuman tambahan kepada Amin Santono yaitu pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Baca SelengkapnyaKasus Mafia Anggaran, Yaya Purnomo Dituntut 9 Tahun Penjara
22 Januari 2019
Pegawai Kemenkeu Yaya Purnomo dituntut 9 tahun penjara oleh jaksa KPK dalam perkara suap dan gratifikasi terkait pengurusan anggaran untuk daerah.
Baca SelengkapnyaSekda DKI: Kawal Transparansi Anggaran yang Telah Terbentuk
6 Juni 2017
Saefullah mengatakan publik berhak bertanya jika ada kegiatan Pemprov DKI yang dinilai aneh dalam penggunaan APBD.
Baca SelengkapnyaCegah Oknum Mainkan Kasus, KPK Siapkan E-Coordination
20 Agustus 2016
Ini agar publik bisa melaporkan dugaan kasus korupsi dan memantau penanganannya.
Baca SelengkapnyaHapus Kata Bersayap, Susi Pangkas Dana Siluman Rp 200 Miliar
16 Desember 2015
Langkah Menteri Susi Pudjiastuti menghapus penggunaan sejumlah kosa kata bersayap mampu memangkas dana siluman Rp 200 miliar.
Baca Selengkapnya