Gus Dur tentang Pemekaran Papua: "Pemerintah Cari Penyakit"
Reporter
Editor
Sabtu, 29 November 2003 14:22 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Mantan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid menganggap pemerintah hanya cari penyakit saja dengan melaksanakan pemekaran di Provinsi Papua. Akibat rencana itu, pemerintah menuai protes dan penolakan dari masyarakat Papua yang belum siap dengan pemekaran wilayah. Hal ini dikatakannya dalam acara diskusi bedah buku mencari jalan tengah otonomi khusus provinsi Papua, Sabtu (29/11) di Universitas Kristen Indonesia.Menurut Gus Dur, pemerintah juga bertindak bodoh dengan melakukan penangkapan-penangkapan terhadap orang Papua yang dicurigai berkaitan dengan pengibaran bendera bintang kejora. “Bintang kejora itu kan bendera kultural bukan bendera politik jangan tertipu oleh Organisasi Papua Merdeka” katanya. Masalah Papua, tidak bisa diselesaikan secara politis. Tapi pemerintah justru menganggap persoalan Papua adalah persoalan politik. Menurut Gus Dur, yang terjadi adalah persoalan budaya yang harus diselesaikan dengan pendekatan kultural pula. Gus Dur juga mengatakan, ada upaya-upaya untuk memanipulir keadaan geografis dan kultural Papua yang belum berkembang oleh partai-partai yang ada sekarang ini. Sedangkan pemerintah yang seharusnya mencegah hal itu, malah melakukan hal serupa. Seperti adanya perampasan, pemerasan dan pemerkosaan terhadap sumber daya alam Papua oleh pemerintah pusat. Sehingga menyebabkan suku-suku asli merasa tidak diperhatikan keinginan dan aspirasinya. Terbitnya instruksi presiden nomor 1 tahun 2003 tentang pemekaran provinsi Papua berdasarkan undang-undang no 45 tahun 1999 menunjukkan upaya Jakarta untuk menggagalkan pelaksanaan otonomi khusus Papua seperti amanat undang-undang nomor 21 tahun 2001. Hal ini dikatakan Rans Maniagasi, pemerhati masalah Papua dan anggota kelompok kerja Papua di Jakarta. Pemerintahan Megawati Soekarnoputri dianggap tidak memiliki agenda politik yang jelas dan tepat dalam menyelesaikan masalah Papua. Padahal keputusan pemerintah menerapkan otonomi khusus merupakan solusi paling layak saat ini untuk menyelesaikan permasalahan di wilayah itu. Ketidaksungguhan dan ketidakjelasan agenda selalu saja membuat pemerintah pusat cenderung reaktif, bila perlu menabrak atau melanggar aturan yang telah dibuatnya.Untuk menyelesaikan masalah Papua, pemerintah pusat harus konsisten dan konsukuen mendorong pemerintah provinsi, kabupaten atau kota se Papua untuk melaksanakan operasi khusus bukan dengan mengeluarkan Inpres kontroversial hingga memicu konflik horizontal. Timika berdarah, 23 Agustus 2003 menyusul deklarasi Irian Jaya Tengah membuktikan hal itu.Konflik akibat Inpres no 1 tahun 2003 dalam mempercepat dan memaksakan provinsi, menambah panjang daftar masalah di Papua. Percepatan dan pemaksaan pemekaran yang ditandai dengan berdirinya Irian Jaya Barat, deklarasi Irian Jaya Tengah merupakan akar masalah baru bagi tertundanya masalah otonomi khusus yang bila tidak disikapi arif dapat memicu konflik horizontal baru. Maria Ulfah -Tempo News Room