TEMPO.CO, Pekanbaru - Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru menolak gugatan praperadilan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau terhadap keputusan Kepolisian Daerah Riau yang menghentikan penyidikan kasus dugaan pembakaran hutan dan lahan tiga perusahaan PT Riau Jaya Utama, PT Perawang Sukses Perkasa, dan PT Rimba Lazuardi.
"Menyatakan permohonan praperadilan Walhi tidak dapat diterima," kata hakim tunggal Fatimah, di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin, 7 Agustus 2017.
Fatimah menilai gugatan praperadilan Walhi tidak dapat diterima dengan alasan kepolisian telah memenuhi prosedur sesuai Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Kepolisian disebut telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi dan saksi ahli dalam penyidikan, melakukan gelar perkara serta uji laboratorium forensik lahan terbakar.
Baca: Musim Kemarau, Kebakaran Lahan Mulai Terdeteksi di Riau
Putusan majelis hakim membuat kaget para aktivis lingkungan yang menyaksikan langsung proses persidangan di Ruang Cakra, Lantai II, Pengadilan Pekanbaru itu. Penolakan itu merupakan ketiga kalinya hakim mementahkan praperadilan kasus kebakaran hutan Riau.
Manajer Kajian dan Kebijakan Walhi Boy Even Jerry Sembiring kecewa dengan putusan hakim. Menurut Even hakim mengabaikan banyak bukti yang telah diajukan di persidangan, seperti tidak adanya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang diajukan kepolisian kepada kejaksaan dalam menangani perkara itu. "Penyidik saja tidak bisa membuktikan adanya SPDP ini," ujarnya.
Hakim juga dianggap telah mengabaikan keterangan ahli lingkungan Bambang Hero Suharjo yang menyebutkan telah terjadi kerusakan lingkungan dan pencemaran di lahan konsesi yang terbakar. Pendapat saksi ahli lainnya, Herdianto, yang menyebutkan benar ada terjadinya kebakaran lahan di perusahaan, juga tidak diindahkan hakim.
Simak: Menteri LHK Akui Sulitnya Stop Kebakaran Hutan ke Presiden Jokowi
Menurut Boy Even, hakim seharusnya tidak perlu mencari bukti unsur kesalahannya karena sudah menjadi tanggung jawab perusahaan yang diatur dalam undang-undang menjaga konsesinya dari kebakaran. "Paling parah lagi, hakim mengabaikan prosedur pengambilan sampel yang wajib dilakukan untuk pembuktian," ucapnya.
Boy Even mengaku tidak habis pikir bagaimana caranya mencari keadilan untuk lingkungan pasca penolakan praperadilan yang ketiga kalinya ini. "Yang jelas kami tetap komitmen untuk melawan ini," ujarnya.
Walhi berencana melaporkan Fatimah ke Badan Pengawas sesuai peraturan Mahkamah Agung karena telah terjadi kesalahan yang fundamental dilakukan hakim dalam praperadilan. "Kami akan laporkan hakim ini," ujar Even.
Gugatan praperadilan SP3 15 perusahaan pembakar lahan diajukan Walhi Riau yang diwakilkan kepada 16 penasihat hukum. Walhi menilai ada kejanggalan dalam penerbitan SP3 perusahaan pembakar lahan, baik itu secara hukum, administratif maupun secara teknis.
Lihat: BMKG: Padamkan Kebakaran Hutan 54 Bom Air Sasar di 12 Titik Api
Sebelumnya, polisi beralasan menerbitkan SP3 karena tidak cukup bukti. Namun, Walhi menilai alasan polisi tidak masuk akal. Sebab banyak bukti yang diabaikan polisi dalam menangani perkara itu, diantaranya bukti fisik adanya lahan terbakar dan kabut asap yang mengganggu aktivitas masyarakat. Selain itu ada keterangan saksi dan keterangan ahli yang seharusnya dapat digunakan memperkuat bukti penyidikan.
Ini merupakan ketiga kalinya hakim Pengadilan Pekanbaru menolak praperadilan kasus Kebakaran lahan di Riau. Hakim Sorta Riau Neva sebelumnya mementahkan gugatan praperadilan yang dilayangkan masyarakat Riau bernama Ferry pada Selasa, 8 November 2017. Sorta Kembali menolak praperadilan Walhi terhadap PT Sumatera Riang Lestari pada Selasa, 22 November 2017. Terakhir Fatimah yang mementahkan permohonan Walhi.
RIYAN NOFITRA