TEMPO.CO, Jakarta - Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) berjalan alot lantaran fraksi-fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah belum menemui kesepakatan terkait angka ambang batas pencalonan presiden. Dorongan agar para ketua umum partai politik duduk bersama Presiden Joko Widodo atau Jokowi muncul untuk menghindari kebuntuan dalam pembahasan yang dapat berujung dengan mekanisme voting.
"Jadi ruang dialog akan kami buka setelah lebaran nanti," kata Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP, Hasto Kristiyanto, soal pembahasan RUU Pemilu yang alot di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Juni 2017.
Baca juga: Pansus: Ada 3 Skenario Solusi Pembahasan RUU Pemilu yang Macet
Momentum lebaran dinilai tepat untuk para pimpinan partai bertemu sekaligus sebagai ajang halal bi halal. "Sehingga kami meyakini untuk membuka pikiran dan ruang kepentingan bagi bangsa dan negara secara bersama-sama," ujar Hasto.
Namun sebelum para petinggi partai ini berkumpul, kata Hasto, perlu didahului dengan pertemuan antara pimpinan fraksi di DPR dan antar sekretaris jenderal seluruh partai untuk mencari formulasi terbaik. "Lebih-lebih basis kita adalah demokrasi Pancasila, di dalamnya ada musyawarah. Karena itu kami ingin ada kesamaan pandangan dan ini harus dilakukan bersama," ucapnya.
Menurut Hasto, seluruh partai memiliki semangat yang sama agar RUU ini selesai dengan musyawarah dan menghindari voting. "Jangan sampai UU Pemilu di mana kedaulatan rakyat ditempatkan sebagai hakim tertinggi, nanti dalam praktek diwarnai oleh voting. Yang kuat kalahkan yang lemah," ucapnya.
Sebabnya, kata Hasto, sejak awal pemerintah dan partai pengusung membuka ruang kerjasama dan dialog dengan partai lain. PDIP sudah berencana bertemu dengan Partai Gerindra dan Partai Demokrat yang menolak ambang batas pencalonan presiden malam tadi tetapi batal.
PDIP berkukuh ambang batas pencalonan presiden diperlukan guna membangun sistem presidensial yang kuat. Dengan adanya ambang batas, presiden mendapatkan dukungan legitimasi dari rakyat juga dari DPR.
Ia menjelaskan praktek selama ini untuk ambang batas pencalonan presiden itu adalah 20 persen kursi dan 25 persen suara. Angka ini dinilai dasar legitimasi yang wajar bagi sistem presidensial berjalan efektif.
Dalam pembahasan RUU Pemilu ini, PDIP bersama Partai Golkar, Partai NasDem, dan Pemerintah berkukuh ingin ambang batas pencalonan presiden 20 persen kursi dan 25 persen suara pemilu. Adapun partai lain seperti Demokrat menginginkan 0 persen. Sementara itu, muncul wacana alternatif agar ambang batas menjadi 10 dan 15 persen.
AHMAD FAIZ