TEMPO.CO, Malang — Kehadiran Presiden Joko Widodo pada Kajian Ramadan 1438 Hijriah yang diadakan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu, 3 Juni 2017, sebagai momentum untuk memperkuat kiprah kebangsaan Muhammadiyah yang telah melebihi satu abad.
“Kedatangan Presiden ini sejalan dengan semangat Muhammadiyah yang telah meneguhkan negara Pancasila sebagai darul-ahdi wasy-syahadah,” kata Rektor UMM Fauzan.
Fauzan menjelaskan darul-ahdi bermakna bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan hasil konsesus nasional yang melintasi keragaman etnis, agama, bahkan kekuatan politik dan golongan. Sedangkan darusy-syahadah menegaskan bahwa Indonesia yang merdeka harus dijaga bersama menuju negeri yang makmur, adil dan bermartabat.
Baca: Muhammadiyah: Ormas Anti-Pancasila Harus Ditindak Tegas
Menurut Fauzan, dari sisi kesejarahan, jauh sebelum Indonesia merdeka Muhammadiyah telah bahu-membahu membangun fondasi bangsa dan aktif memperjuangkan kemerdekaan.
“Benang merah itu yang coba kami perkuat. Apalagi, UMM ini kan salah satu amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan yang telah mengukuhkan diri sebagai kampus kebangsaan. Jadi konteks kehadiran Pak Jokowi ini sangat relevan,” ujar Fauzan.
Bagi Fauzan, kehadiran Presiden Jokowi di UMM sangat kontekstual dengan Pekan Pancasila yang dicanangkan pemerintah. Pekan Pancasila, sebagaimana dikatakan Presiden, diupayakan untuk menguatkan dan memperkenalkan ulang dasar-dasar Pancasila, serta menarik minat anak muda terhadap Pancasila sehingga diharapkan seluruh komponen bangsa dapat menerapkan nilai-nilainya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Simak: Megawati Ingatkan Pentingnya Makna Hari Lahir Pancasila
“Karena salah satu sasarannya anak muda, maka penguatan Pancasila oleh Presiden bisa langsung dirasakan oleh kaum muda Muhammadiyah se-Jawa Timur, serta mahasiswa UMM yang berlatar keragaman etnis, suku, bahkan agama. Ini penting, karena melalui anak muda, upaya memviralkan spirit Pancasila menjadi lebih mudah dan cepat dilakukan,” kata Fauzan.
Selain Jokowi, sejumlah tokoh yang dijadwalkan menjadi narasumber Kajian Ramadan antara lain Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Abdul Malik Fadjar, dan Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yunahar Ilyas, Ketua Dewan Pertimbangan MUI yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, mantan Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari Gubernur Jawa Timur Soekarwo, dan Ketua PWM Jawa Timur Saad Ibrahim.
Lihat: Hari Lahir Pancasila, Jokowi Bikin Unit Kerja Pemantapan Ideologi
Asisten Rektor Koordinator Bidang Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) yang juga Penanggung Jawab Kajian Ramadan 1938 Hijriyah Muhammad Nurhakim menjelaskan kajian Ramadan diharapkan berdampak positif bagi keutuhan bangsa maupun untuk kepentingan umat.
“Karena dihadiri sejumlah tokoh bangsa, semoga ini bisa lebih merekatkan semua elemen bangsa, serta menguatkan kembali titik-titik simpul umat ini dari ketegangan-ketegangan yang sempat menguji keutuhan Indonesia belakangan ini,” kata Nurhakim.
Baca juga: Museum Nasional Indonesia Gelar Pameran Lahirnya Pancasila
Kajian Ramadan bertema “Memberi itu Indah, Memberi untuk Negeri” dan dilangsungkan hingga Ahad besok. Kata Nurhakim, melalui Kajian Ramadan, Muhammadiyah ingin mengajak seluruh warga Persyarikatan untuk aktif terlibat dalam kegiatan filantropi yang didedikasikan bagi kemaslahatan bangsa.
Nurhakim mencontohkan aksi nyata Muhammadiyah yang dibuktikan dengan banyaknya amal usaha yang dimilikinya. Disebut Nurhakim, Muhammadiyah memiliki 24.953 lembaga pendidikan usia dini, dasar dan menengah, 176 perguruan tinggi, 2.119 lembaga kesehatan, 525 panti sosial, 11.198 rumah ibadah, serta tanah seluas 20.945.504 meter persegi.
ABDI PURMONO