TEMPO.CO, Kediri - Puluhan warga lintas agama menggelar aksi bela NKRI di taman Sekartaji, Kediri, Jawa Timur, menolak diskriminasi minoritas dan dalam rangka menyambut Hari Kebangkitan Nasional. Aksi pada Ahad 21 Mei 2017 itu sempat dihentikan polisi karena dianggap tak mengantongi izin.
Sekelompok masyarakat lintas agama, yang menamai diri Forum Solidaritas Kebangsaan Kediri Raya, menggelar aksi bela NKRI. Dengan mengenakan pakaian merah sambil membawa replika bendera Merah Putih, mereka membuat mimbar bebas di area taman Sekartaji di Kediri.
Baca: Unjuk Rasa Sempat Kisruh, Polisi: Pontianak Sudah Kondusif
“Aksi ini untuk menunjukkan kecintaan kami kepada NKRI dan menolak semua bentuk diskriminasi terhadap minoritas,” kata Jeannie Latumahina, koordinator aksi, Ahad, 21 Mei 2017.
Dia mengatakan, saat ini, kondisi bangsa Indonesia tengah di ambang perpecahan akibat faham radikalisme yang berkembang di masyarakat. Konstruksi masyarakat lintas agama dan kesukuan yang selama ini hidup berdampingan diobrak-abrik dengan bermacam isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) hingga menimbulkan konflik horizontal.
Hal inilah yang membuat sejumlah perwakilan kelompok agama, termasuk Tionghoa di Kediri, menggelar aksi tersebut.
Setelah menyampaikan pendapat dan menyanyikan lagu-lagu nasional, mereka menggelar doa bersama. Seorang perwakilan umat Islam bernama Ahmad Jazuli ditunjuk memimpin doa kebangsaan, yang diikuti perwakilan setiap agama dan kepercayaan di belakangnya. “Izinkan saya mewakili kaum mayoritas untuk memimpin doa,” katanya sebelum memulai doa.
Kepada wartawan, Jeannie mengaku menerima banyak teror dan intimidasi dari aparat kepolisian yang melarang aksi tersebut. Menurut dia, aksi semula direncanakan dengan menyalakan 1.000 lilin dan dilakukan pada malam hari. Namun polisi melarang penyalaan lilin dan aksi malam hari sehingga panitia terpaksa menggeser menjadi siang hari dan meniadakan lilin.
Simak pula: Warga Manokwari Gelar Aksi 1.000 Lilin untuk Ahok
Terakhir, saat aksi pada Ahad sore tadi, aparat kepolisian yang sudah memenuhi area taman Sekartaji meminta para peserta pulang. Kendaraan yang membawa sound system dan panggung juga turut dilarang mendekati lokasi. “Tapi sebagian kawan-kawan tidak menyerah dan tetap bertahan di sini,” ujarnya.
Meski pada akhirnya polisi membiarkan aksi berlangsung, tapi puluhan aparat kepolisian dikerahkan di lokasi untuk mengawal peserta aksi yang berjumlah lebih sedikit. Mereka menegaskan aksi ini dilakukan sebagai peringatan Hari Kebangkitan Nasional dan bukan untuk membela Ahok meski sebagian peserta aksi adalah warga Tionghoa.
Saat dikonfirmasi soal pelarangan terhadap aksi itu, Kepala Kepolisian Resor Kota Kediri Ajun Komisaris Besar Anthon Haryadi mengaku memiliki alasan kuat. Pertama, aksi dilakukan pada hari libur dan berjarak kurang dari 150 meter dari instansi militer, yakni markas CPM.
Kedua, aksi bela NKRI tersebut tak mendapat dukungan dari tokoh masyarakat dan lintas agama yang tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). “Demi menjaga situasi kota Kediri yang sudah kondusif, kami dan jajaran Kodim sepakat meniadakan aksi tersebut,” ucapnya.
HARI TRI WASONO