TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim yang menyidangkan perkara tuduhan penistaan agama dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok diingatkan tentang independensi dan kemerdekaan dalam membuat putusan. Mereka diharapkan mampu melepaskan diri dari berbagai tekanan untuk vonis yang rencananya dibacakan pada hari ini. “Masyarakat menaruh harapan besar terhadap independensi hakim,” ujar mantan Ketua Mahkamah Agung, Bagir Manan, Senin, 8 Mei 2017.
Bagir mengatakan putusan yang dibuat harus didasari keyakinan hakim dan bukan karena takut akan adanya tekanan, baik yang menuntut pemidanaan maupun pembebasan Ahok. Hakim, kata dia, bisa menggunakan pandangan jaksa dalam berkas tuntutan untuk memutus suatu perkara.
Baca: Vonis Ahok, Balai Kota Dibanjiri Karangan Bunga untuk Hakim
Kalaupun hakim memiliki pandangan yang berbeda, kata Bagir, kewajiban seorang hakim adalah menggali seluruh proses pembuktian secara lengkap. “Putusan ini akan menjadi landmark, akan dikenang baik atau buruk, tergantung dari putusan yang mereka buat,” katanya.
Dosen hukum pidana di Universitas Indonesia, Indriarto Seno Aji, menilai tekanan terhadap penyelesaian kasus Ahok merupakan bentuk pelanggaran terhadap fakta dalam sistem peradilan yang menganut asas praduga tak bersalah. Meski demikian, kata dia, intervensi sekeras apa pun tak akan berpengaruh jika hakim memiliki proteksi yang kuat. Prinsip yang harus dijadikan pedoman adalah nilai integritas yang diatur dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
“Apa pun putusannya, semua orang harus menghargai hal tersebut. Undang-undang memberi mekanisme hukum bagi yang merasa tidak puas,” kata bekas pelaksana tugas pemimpin KPK itu.
Baca: Menjelang Vonis Ahok, Polisi Pasang Kawat Berduri
Anggota Komisi Yudisial, Djaya Ahmad Jayus, menilai sikap pro dan kontra yang berkembang selama persidangan Ahok merupakan situasi yang lazim dalam alam demokrasi. Komisi Yudisial berkepentingan memantau proses persidangan untuk memastikan independensi hakim. “Sejauh ini belum ada laporan atau temuan yang mengindikasikan ketidakmampuan hakim bersikap imparsial,” katanya.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati menilai tuntutan jaksa yang menjerat Ahok dengan dakwaan Pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengindikasikan Ahok tidak menistakan agama. Namun penerapan Pasal 156 juga memunculkan masalah lantaran persidangan tak pernah membuktikan siapa yang menyebarkan ujaran permusuhan tersebut.
Baca: Menjelang Vonis Ahok, Begini Kata Jaksa Agung
Ahok sendiri memilih pasrah atas putusan yang akan dibacakan pada hari ini. Dalam persidangan tiga pekan lalu, dia dituntut hukuman satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun karena dianggap menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia. "Itu sudah jelas (tidak ada penistaan agama). Sekarang tinggal hakim,” kata Ahok di Balai Kota DKI.
Ahok menambahkan dirinya hanya berdoa menghadapi sidang hari ini, tidak ada yang lain. “Saya minta Tuhan declare bahwa saya innocent karena saya tidak ada niat, tidak ada maksud (menista agama), kok.”
LARISSA HUDA | RIKY FERDIANTO