TEMPO.CO, Mataram - Cerita muram seolah masih enggan menjauh dari nasib Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia. Kisah mengenaskan kali ini menimpa K, 24, warga Desa Puyung, Lombok Tengah. Setelah merantau ke Riyadh, Arab Saudi pada 2006 silam, K kembali ke kampung halamannya dengan wajah dan tubuh yang penuh luka, Rabu 29 Maret 2017. Belum ada penjelasan resmi mengenai penyebab sakit yang dideritanya.
"Sejak dia pergi, sama sekali tidak ada kabar, saya sudah usaha minta dihubungkan sama sponsor yang memberangkatnya, tapi tetap saja saya tidak bisa saya ngomong sama anak saya," kata Amaq Nadi saat ditemui di luar ruang perawatan K di RSUD NTB, Kamis 6 April 2017.
Baca: TKW Asal Lombok Ini Kehilangan Ginjal di Qatar
Nadi sama sekali tidak membayangkan anaknya akan pulang dalam keadaan mengenaskan. Saat berangkat putri pertamanya itu dalam keadaan sehat. Dia menuturkan, saat pulang wajah K bengkak. Kedua bibirnya terkatup karena luka. K bahkan harus dibopong dari mobil yang membawanya. Tak banyak cerita yang bisa diserap Nadi dari putrinya, termasuk tentang penyebab sakit yang dideritanya. "Dia hanya bilang lelah dan di sana kerjanya keras sekali," tutur Nadi.
Nadi menceritakan anaknya berangkat ke Riyadh saat umurnya sekitar 15 tahun. K berangkat melalui sebuah perusahaan. Untuk memuluskan perjalanan K mengadu nasib sebagai pembantu rumah tangga di Riyadh, Nadi mengaku mengeluarkan biaya sebesar Rp 3 Juta. Mimpi mengubah nasib keluarganya belum sempat diwujudkan. Selama 11 tahun bekerja tidak sepeserpun kiriman yang sempat dterima keluarganya. Tak hanya itu kabar beritanya juga seolah hilang ditelan bumi.
Baca: Sepanjang 2016 KBRI Riyadh Selamatkan Rp 30 Miliar Gaji TKI
Berdasarkan data yang dihimpun Perkumpulan Panca Karsa (PPK) sebuah LSM pemerhati buruh migran di NTB, K diduga kuat sebagai korban perdagangan manusia. Dia diberangkatkan menjadi TKW dengan pemalsuan identitas usia dan alamat. Umur K dalam dokumennya diubah 9 tahun lebih tua dari umur aslinya, begitu pula dengan alamat rumahnya.
Halwati melanjutkan, selain pemalsuan identitas, PPTKIS yang memberangkatkan K semestinya memantau kontrak yang telah habis. "Jangankan untuk bertanggungjawab memantau dan memulangkan TKW yang rekrut tepat waktu, ini malah dibiarkan sampai 11 tahun tanpa kabar," kata Halwati.
Halwati menambahkan, dari penuturan K, selama 10 tahun di Riyadh dia bekerja hanya pada satu orang majikan yang kerap memperlakukannya secara kasar. "K menuturkan dia sering mengalami kekerasan fisik bahkan kekerasan seksual yang dilakukan oleh majikan laki-laki dan anaknya," kata Halwati.
Baca: Safe Travel, Terobosan Kemlu Lindungi WNI di Luar Negeri
Tak hanya itu, Halwati melanjutkan, K juga mengaku beberapa kali dibawa ke rumah sakit di Riyadh. K dipaksa untuk menggugurkan kandungannya. Selain mengugugurkan kandungannya, K mengaku sempat mejalani operasi pembedahan pada bagian perut sebelah kanan dan pahanya.
"Bekas luka jahitan masih terihat di bagian perut ke pinggangnya, K tidak tahu kenapa dia dioperasi," kata Halwati.
Untuk mengungkap sejumlah kejanggalan yang dialami K, pihak PPK meminta PPTKIS dan pemerintah memberikan penjeasan jenis penyakit dan sebab-sebabnya, termasuk apa yang dialami K selama bekerja di Riyadh. PPK mendesak pemerintah memberikan penjelasan terkait sejumlah jahitan di tubuh K dan memastikan kelengkapan organ tubuhnya.
Baca: Keluarga Kehilangan Kontak dengan TKI Ini Selama 19 Tahun
PPK juga mendesak pemerintah menindak tegas majikan yang diduga melakukan pelecehan seksual dan penyiksaan terhadap K serta menuntut PPTKIS menjamin biaya pengobatan K hingga pulih dan asuransinya.
ABDUL LATIEF