TEMPO.CO, Makassar - Kejaksaan Negeri Makassar kehilangan jejak dua tersangka dugaan kasus korupsi pembangunan Pasar Pabaeng-baeng, Makassar. Sebab, hingga kini, dua tersangka masing-masing bernama Taufan Ansar Nur dan Abdul Azis Siadjo itu belum diketahui keberadaannya.
"Kami sudah melakukan pencarian, mulai di kantornya, rumahnya di Makassar, hingga ke Jakarta, tapi tak ditemukan. Namun kami akan terus melakukan pencarian," kata Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Makassar Alham kepada Tempo, Jumat, 17 Februari 2017.
Karena itu, ucap Alham, Kejaksaan telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk meminta bantuan melakukan pencarian terhadap dua buron tersebut. "Sejak Desember 2016, kami melakukan pencarian. Kami mendapat informasi, ternyata memang terpidana tak pernah ke Makassar," ujarnya.
Baca juga:
Kisah Siti Aisyah dari Angke hingga Kematian Kim Jong-nam
Wahidin Vs Rano Fifty-Fifty, Polri Tetapkan Banten Siaga 1
Padahal Taufan selaku Direktur PT Citratama Timorindo dan Abdul Azis Siadjo, Direktur Operasional PT Citratama Timorindo, telah ditetapkan sebagai terpidana sejak Juli 2016.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gerakan Antikorupsi Indonesia (GAKI) Sulawesi Selatan mendesak Kejaksaan segera mengeksekusi dua terpidana tersebut.
Ahli Investigasi dan Advokasi DPD GAKI Sulawesi Selatan Muhammad Basran menuturkan para terpidana itu sampai sekarang masih menghirup udara bebas. Padahal, ia menegaskan, putusan terhadap terpidana sudah berkekuatan hukum, yakni ditetapkan 4 tahun penjara. Kasus dugaan korupsi ini telah merugikan negara sekitar Rp 1 miliar.
Adapun Taufan divonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Makassar dengan pidana 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan pada 2014. Kasus ini sudah bergulir sejak 2011 dengan uang pengganti sebesar Rp 1 miliar.
Baca juga:
Badrodin Haiti Masih Sering Dipanggil Kapolri
Kata Annisa Pohan kepada Ahok-Djarot dan Anies-Sandi
Namun, saat putusan, terpidana melakukan banding dan menang ditingkat ke Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan. Kemudian jaksa penuntut umum melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Di tingkat ini, Mahkamah membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Sulawesi Selatan.
Kemudian terpidana kembali melakukan peninjauan kembali (PK). Namun Mahkamah menolaknya. Jadi putusan Pengadilan Tipikor Makassar dinyatakan berkekuatan hukum tetap.
DIDIT HARIYADI