TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi akan mempelajari putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang menolak gugatan Perhimpunan Sosial Candra Naya terkait dengan lahan Rumah Sakit Sumber Waras. "Kami akan pelajari putusan tersebut apakah ada kaitan atau tidak dengan penyelidikan yang sedang berjalan," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, melalui pesan pendek, Rabu, 11 Januari 2017.
Pada putusan yang dibacakan Selasa, 10 Januari 2017, hakim menyatakan Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) sah menjual lahan Rumah Sakit Sumber Waras ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. "Menolak gugatan penggugat dan menghukum penggugat untuk memikul biaya perkara Rp 516 ribu," kata ketua majelis hakim, M. Arifin, saat membacakan putusan.
Baca: Kasus Sumber Waras, Hakim Tolak Gugatan Candra Naya
Sengketa ini bermula saat YKSW menjual lahan Rumah Sakit Sumber Waras ke pemerintah DKI Jakarta pada akhir 2014. Lahan sekitar 3,8 hektare milik Sumber Waras hanya memiliki satu pintu masuk yang ada di lahan milik Perhimpunan Sosial Candra Naya. Dalam perjanjian jual-beli, Sumber Waras mengatakan Pemprov dapat menggunakan gerbang tersebut sebagai akses keluar-masuk.
Perhimpunan Sosial Candra Naya lalu menggugat agar pengalihan tanah dari YKSW kepada pemerintah DKI dibatalkan. Menurut mereka, perjanjian jual-beli itu cacat hukum karena tidak melibatkan mereka. Maka Perhimpunan Sosial Candra Naya menggugat YKSW dan turut menggugat Pemprov DKI pada Juni 2016.
Baca: KPK Tetap Usut Sumber Waras, Ini Alasannya
Berdasarkan bukti, fakta, dan saksi ahli dalam persidangan, hakim memutuskan tanah seluas 3,8 hektare tersebut adalah sah milik YKSW. Hakim menyatakan Perhimpunan Sosial Candra Naya tidak bisa mengajukan bukti ataupun saksi yang memastikan lahan Sumber Waras masih dalam kewenangan Candra Naya.
Sengketa Sumber Waras ini tak hanya dipersoalkan Candra Naya. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga melaporkan adanya kesalahan prosedur yang dilakukan pemerintah DKI dalam pembelian lahan senilai Rp 800 miliar ini. Menurut BPK, harga lahan yang dibeli jauh lebih mahal sehingga merugikan keuangan daerah senilai Rp 191 miliar atau 25 persen dari nilai yang dibayarkan.
KPK kemudian meminta BPK mengaudit ulang pembelian lahan yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2014 itu. Pada hasil audit investigasi yang diserahkan kepada KPK pada 7 Desember 2015, BPK kembali menyimpulkan bahwa prosedur pembelian sebagian lahan RS Sumber Waras menyalahi aturan.
Pada 14 Juni 2016, KPK mengungkapkan tidak ada indikasi korupsi dalam sengketa pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Namun, hingga saat ini Febri menyatakan lembaganya masih melakukan penyelidikan terhadap sengketa pembelian lahan itu.
Pada 3 Desember lalu, Ketua KPK Agus Rahardjo sempat membocorkan bahwa BPK memiliki temuan baru dalam kasus ini. Namun bagaimana kelanjutannya, hingga kini belum ada kabar lebih lanjut. "Belum ada perkembangan baru. Status belum berubah," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
MAYA AYU PUSPITASARI
Baca juga:
Taruna Tewas Dianiaya Senior, Menteri Perhubungan Pecat Ketua STIP
Diperiksa KPK, Bupati Klaten Tutup Kepala dengan Selendang